Rakyat Banggai, Butuh Kepastian Hukum

1566
Asrudin Rangka (FOTO : MUZAMIL NGEAP/KABAR68).

Ditreskrimsus Polda Sulteng, Diminta Segera Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi Rp. 123,5 M, Demi Menjaga Marwah Institusi dan Kepercayaan Publik

BANGGAI-Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulteng, diminta segera menuntaskan kasus dugaan korupsi terkait pelimpahan kewenangan Bupati kepada 24 Camat di Banggai, terkait anggaran Rp 125.155.183.128 yang bersumber dari alokasi APBD Perubahan 2024.

Penegasan ini disampaikan Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (LKPK) Jakarta, Koordinator Wilayah (Korwil) Propinsi Sulawesi Tengah, Asrudin Rangka, S.I, Kom, kepada KABAR68 di Palu, Senin (12/05/2025).

Menurutnya, sebelum pelaksanaan Pilkada Banggai, 24 Camat di Banggai sudah menjalani pemeriksaan awal di Polda Sulteng. Perkara kasus dugaan korupsi ini sempat terhenti sejenak akibat adanya momentum pelaksanaan Pilkada Banggai. Saat ini, Pilkada Banggai telah usai. Perkara kasus dugaan korupsi dana APBD Banggai 2024 sebesar Rp 123,5 miliar, segera dituntaskan sampai diputus dimeja Pengadilan. Ini uang negara atau uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi, tidak ada alasan kasus ini untuk tidak berproses lanjut.

Disisi lain, tandas Asrudin, demi menjaga marwah institusi penegak hukum Ditreskrimsus Polda Sulteng, bukan hanya tanggungjawab individu, tetapi juga tanggungjawab bersama. Apalagi, membangun dan memelihara kepercayaan dimata publik terhadap penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi Rp 123,5 miliar, sangat penting untuk menjaga marwah institusi Polda Sulteng.

Mahalnya marwah institusi penegak hukum Ditreskrimsus Polda Sulteng berarti betapa pentingnya dan berharganya kehormatan dan citra baik yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum di tubuh Polda Sulteng. Citra yang baik ini tidak hanya penting untuk masyarakat, tetapi juga untuk keberlangsungan dan efektivitas lembaga kepolisian Polda Sulteng itu sendiri.

LKPK mengawal dan menindaklanjuti perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi dana Rp 123,5 miliar, terkait pelimpahan kewenangan Bupati yang menyeret 24 Camat di Banggai ikut diperiksa dibagian Ditreskrimsus Polda Sulteng. Data-data dokumen rincian pemanfaatan dana pelimpahan kewenangan Bupati kepada 24 Camat sebesar Rp 123,5 miliar, dan total loss versi BPK 2024 Pemda Banggai, yang merujuk pada metode kerugian keuangan negara, yang sudah terlapor di Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), kami sudah kantongi.

“Semua dokumen data rincian penggunaan dana Rp 123,5 miliar yang tersebar di 24 Kecamatan dan data total loss versi BPK 2024 Pemda Banggai, yang merujuk pada metode kerugian keuangan negara, kami sudah kantongi. Kini marwah institusi penegak hukum sedang diuji, dalam menuntaskan kasus 24 Camat di Banggai. Publik butuh pembuktian kepastian hukum tentang penanganan kasusnya hingga tuntas. Sehingga semuanya jelas dan nyata di mata publik, terutama masyarakat Banggai yang kini menanti kepastian hukum, agar masyarakat Banggai tidak gagal paham,” jelas Asrudin, sapaan akrab Korwil LKPK Sulteng.

Menyinggung, apakah kasus dugaan korupsi pelimpahan kewenangan Bupati kepada 24 Camat di Banggai yang saat ini telah masuk keranah hukum, ada kaitan politik ? Korwil LKPK, Asrudin kembali menegaskan bahwa kalau ada pernyataan atau statment yang mengatakan bahwa tidak ada kaitannya politik dan korupsi itu keliru dan salah. Karena, korupsi seringkali melibatkan atau dipermudah oleh praktik politik, seperti dinasti dan politik patronase. Korupsi dapat merusak stabilitas politik, kepercayaan publik dan proses demokrasi.

Dinasti politik, dimana kekuasaan dan pengaruh politik diturunkan dari satu keluarga ke keluarga lain, dapat menciptakan lingkungan yang rawan korupsi. Kalau Politik patronase, dimana kekuasaan politik digunakan untuk memberikan keuntungan kepada kelompok tertentu, dapat memicu korupsi karena adanya kepentingan pribadi yang mendahului kepentingan umum.

“Pengaruhnya korupsi dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga negara sehingga mengganggu stabilitas politik. Korupsi juga dapat terjadi dalam kebijakan publik, dimana kebijakan yang dibuat bertujuan untuk memperkaya pejabat atau kelompok tertentu. Intinya, korupsi dan politik memiliki hubungan yang erat, dimana korupsi seringkali terwujud karena adanya faktor politik yang mempermudah atau bahkan terjadinya korupsi,” jelasnya.

Berdasarkan data yang dihimpun Redaksi KABAR68, bahwa belanja pelimpahan kewenangan Bupati kepada 24 Camat, ditetapkan berdasarkan Perda Kabupaten Banggai No.2 tahun 2024 tentang perubahan APBD, yang dilembar daerah, 9 September 2024), dan Peraturan Bupati (Perbup) Banggai, No. 23 tahun 2024, tentang penjabaran APBD 2024, yang dilembar daerahkan, 9 September 2024.

Berikut belanja pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada 24 Camat di Banggai. Belanja Daerah sebelum perubahan APBD Rp 123.155.185.218, sesudah perubahan menjadi Rp 123.552.460.228, bertambah Rp 397.277.010. Belanja Operasi, sebelum perubahan APBD Rp 81.750.333.328, sesudah perubahan APBD menjadi Rp 90.120.879.727, bertambah Rp 8.370.546.399. Belanja Operasi peruntukkannya untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Belanja Pegawai Rp 1.304.360.000, sesudah perubahan Rp 115.314.000 berkurang Rp 1.189.046.000, dan belanja barang dan jasa sebelum perubahan APBD Rp 80.445.973.328, sesudah perubahan APBD menjadi Rp 90.005.556.727, bertambah Rp 9.559.597.399.

Kemudian untuk Belanja Modal, sebelum perubahan APBD Rp 41.404.849.890. Sesudah perubahan menjadi Rp 33.431.580.501, bertambah Rp 7.973.269.389. Pos belanja modal ini diperuntukkan untuk 3 (tiga) item kegiatan, yakni, belanja modal peralatan dan mesin, sebelum perubahan APBD Rp 4.235.447.780, sesudah perubahan menjadi Rp 4.160.654.600, bertambah Rp 74.793.183. Belanja modal gedung dan bangunan, sebelum perubahan APBD Rp 16.216.353.026, sesudah perubahan menjadi Rp 12.468.231.437, bertambah Rp 3.748.121.589, dan belanja modal jalan, jaringan dan irigasi, ditetapkan Rp 20.953.049.084, seudah perubahan APBD menjadi Rp 16.802.694.464, berkurang Rp 4.150.354.620.

Diprediksikan ada sekitar 73 persen digunakan untuk belanja barang dan jasa, terdiri dari 51 persen dibagi habis ke masyakarakat, dan 21 persen untuk belanja pegawai, serta sekitar 27 persen untuk belanja modal untuk pekerjaan fisik, yakni 3,25 persen untuk belanja modal peralatan dan mesin, 9,75 persen untuk belanja modal gedung dan bangunan, dan 13 persen untuk belanja modal jalan, jaringan dan irigasi.(mto)

 

 

 

Tinggalkan Komentar