PALU-Terungkap ada lima fakta di persidangan Kode Etik bagi lima anggota KPU Kabupaten Buol dan tiga anggota Bawaslu Kabupaten Buol, yang digelar marathon oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dipimpin oleh ketua majelis Dr. Hj. Ratna Dewi Pettalolo, SH., MH, di kantor Bawaslu Sulteng, Jumat (01/11/2024).
Kelima fakta yang terungkap dalam persidangan sehingga menyeret pelanggaran etik para anggota KPU dan Bawaslu Buol itu adalah tidak memenuhi syaratnya 30 persen oleh lima partai politik (parpol) yang berkontestasi di Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) 2023 yang lalu.
Fakta kedua, calon anggota DPRD Kabupaten Buol berinisial BNY dari Partai Gerindra belum cukup 5 tahun menyelesaikan masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Leok Buol dalam perkara narkoba. Ketiga, menggunakan fasilitas penyimpanan logistik pemilu di rumah milik salah satu caleg.
Keempat, tiga anggota Bawaslu Buol melakukan pembiaran terhadap dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik dan perhelatan tahapan Pileg di wilayah Kabupaten Buol. Kelima, adanya dugaan intervensi yang dilakukan oleh salah seorang anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah berinisial CPO, yang tidak melalui rapat pleno tetapi hanya memberikan instruksi kepada anggota KPU Buol untuk melaksanakan PHL, bukan PSU.
Seperti diketahui, DKPP RI telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), dengan registrasi perkara nomor 168-PKE-DKPP/VIII/2024.
Berdasarkan press release Humas DKPP, perkara ini diadukan oleh Jamrin Zainas, SH., MH. Sebagai pengacara professional Jamrin Zainas mengadukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Buol Nanang, Ali, Eko Budiman, Faisal J Usman, dan Gusti Aliu sebagai Teradu I sampai V. Kemudian Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Buol Karyanto, Muh Taufik Abdullah, dan Ismajata sebagai Teradu VI sampai VIII.
Pengadu mendalilkan bahwa Teradu I sampai V diduga telah menetapkan daftar calon legislatif yang tidak memenuhi kuota keterwakilan 30 persen perempuan terhadap Daerah Pemilihan (Dapil) Buol 2 dari lima Partai Politik peserta Pemilu tahun 2024. Mereka juga didalilkan telah menggunakan fasilitas gudang dari salah satu Partai Politik peserta Pemilu di Kabupaten Buol.
Sedangkan Teradu VI sampai VIII didalilkan telah melakukan pembiaran dan tidak melakukan pencegahan terhadap pelanggaran terhadap pelaksanaan proses Tahapan Pemilu dan tidak menindaklanjuti laporan pelanggaran Pemilu dalam tahapan Pemilu di Kabupaten Buol.
Sekretaris DKPP David Yama mengatakan, agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan dari para pihak, baik Pengadu, Teradu, Saksi, maupun Pihak Terkait.
Ia menambahkan, DKPP telah memanggil para pihak secara patut sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022.
“Sekretariat DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” jelas David.
Dia juga mengungkapkan, sidang ini bersifat terbuka untuk umum, sehingga baik masyarakat umum yang ingin memantau atau wartawan yang ingin meliput sidang, dapat melihat langsung jalannya persidangan.
“Bagi masyarakat yang ingin hadir atau wartawan yang ingin meliput, silahkan hadir sebelum sidang dimulai,” terang David.
Untuk memudahkan akses publik terhadap jalannya persidangan, sidang ini juga akan disiarkan secara langsung melalui Facebook resmi DKPP.
“Sehingga siapa pun dapat menyaksikan jalannya sidang pemeriksaan ini,” pungkas David.
Menurut pihak pengadu, Jamrin Zainas, dalam sidang pelanggaran Kode Etik penyelenggara Pemilu terungkap fakta, dimana lima partai politik yang tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan diloloskan sebagai peserta pemilu.
Padahal putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24 tahun 2023 telah membatalkan pasal 8 ayat 2 PKPU No 10 tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR,dan DPRD bertentangan dgn UU Nomor 7 tahun 2017 artinya para teraduh telah menetapkan peserta pemilu di dapil buol 2 telah bertentangan peraturan.
Artinya para teraduh telah melanggar peraturan perundangan, lanjut Jamrin selain fakta persidangan juga terungkap juga Caleg BNY tidak memenuhi syarat sebagai calon tetapi pengadu menetapkan sebagai calon yang memenuhi syarat.
Padahal sudah jelas norma di peraturan perundang-undangan tentang syarat calon yang pernah menjadi narapidana (Napi) harus lima tahun sejak keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Tapi faktanya kata Jamrin, belum lima tahun berdasarkan surat keterangan dari Lapas, pada saat pendaftaran itu lima tahun di bulan Mei 2023. Akan tetapi BNY nanti di bulan Agustus 2023 baru genap lima tahun sejak keluar dari Lapas.
Sehingga para teradu, yakni Ketua dan Anggota KPU, dan Ketua dan Anggota Bawaslu Buol telah melanggar peraturan perundang-undangan Pemilu. Kemudian, pelanggaran tersebut juga telah merugikan keuangan negara, yaitu selama lima tahun diberikan gaji padahal tidak memenuhi syarat.
“Para penyelenggara Pemilu di Buol, baik KPU maupun Bawaslu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, “ kata Jamrin Zainas kepada media ini, usai sidang.
Jamrin juga menceritakan, ketika menjadi ketua Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Buol tahun 2014, dirinya pernah merekomendasikan tiga orang anggota KPU Buol saat itu diberi sanksi berat, pemecatan.
“Saya waktu Ketua Panwaslu Buol di tahun 2014, pernah mencoret tiga caleg dari pencalonan. Bahkan, KPU Buol saat itu diberikan peringatan keras yang kemudian diberhentikan tiga orang anggota KPU Kabupaten Buol karena melanggar Kode Etik, “ jelas Jamrin.
Jamrin juga mengatakan, salah satu hal menarik, yaitu terungkap dalam persidangan DKPP itu, bahwa KPU Buol tidak konsisten terhadap tindakannya hanya karena mendapat arahan dari komisioner KPU Provinsi, CPO yang justru memberikan arahan atas pendapat pribadi bukan berdasarksn pleno dan kemudian diikuti oleh Ketua KPU dan Anggota KPU Kabupaten Buol melaksanakan PSL.
Padahal Panwascam sudah merekomendasikan untuk PSU, tetapi para pengadu mengubah keputusannya yang semula PSU menjadi PSL berdasarkan arahan komisioner KPU provinsi (CPO), yang justru tidak sesuai aturan apalagi tidak diplenokan.
”Ini membuktikan, para teradu kurang memahami terkait regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. Ketika itu majelis DKPP mendalami berkaitan dengan regulasi yang berkaitan dengan PSU maupun PSL. Bahkan, tahapan pencalonan tidak mampu menjawabsecara jelas. Sehingga, dalam bertindakpun mereka salah. Sejatinya penyelenggara Pemilu memahami aturan. Kalau tidak, tentu sangat menyusahkan masyarakat dan peserta Pemiku yang mendambakan kualitas penyelenggaraan Pemilu, “ paparnya.
“Para teradu juga bertindak, dan diduga berpihak kepada salah satu peserta Pemilu (Partai NasDem). Kuat dugaan mengunakan gudang milik Ketua Partai NasDem saat itu untuk menyimpan logistik Pemilu. Ini membuktikan para penyelenggara telah berpihak ke salah satu partai dan terbukti partai NasDem menjadi pemenang,” tandasnya.
Sidang DKPP dipimpin Ketua majelis Dr. Ratna Dewi Pettalolo,SH., MH. Didampingi anggota majelis, Dr. Nisbah, dan Dewi Tisnawaty dari Bawaslu Sulteng.(ari)