BANGGAI – Aktivitas tambang belum berhenti menekan lingkungan. Eksploitasi nikel kini telah mengancam kelestarian alam di Desa Siuna Kec. Pagimana Kab. Banggai. Saat ini, dampak negatif sudah ditimbulkan terhadap lingkungan hidup yakni adanya kerusakan hutan, pencemaran air dan air tanah, serta terjadinya luapan limbah tambang sehingga merusak lahan pertanian dan perkebunan milik warga.
“Masyarakat Desa Siuna, meminta ketegasan Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, untuk melakukan evaluasi terhadap izin tambang PT. Integra dan PT. Prima diwilayah kami, karena dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatannya tersebut telah dirasakan masyarakat saat ini,” ujar Supardi Ente, warga Desa Siuna, kepada Radar Sulteng di Luwuk, Sabtu (12/7).
Menurutnya, aktivitas pertambangan nikel, selain telah mengancam terhadap lingkungan hidup juga ancaman bagi ekosistem laut, yang sangat berdampak sosial terhadap masyarakat, sehingga adanya kekhawatiran masyarakat dan mendesak untuk segera dilakukannya evaluasi terhadap kebijakan pertambangan diwilayah desa siuna, khususnya PT. Penta Darma Karsa dan PT. Prima.
Selain itu, kurangnya transparansi dan keterbukaan informasi dari pihak perusahaan dan Pemerintah yang hanya memperburuk keadaan. Masyarakat Desa Siuna kesulitan mengakses informasi tentang konsekwensi pencemaran lingkungan atas lahan pertanian dan perkebunan mereka. Bahkan pencemaran terhadap ekosistem laut yang menjadi mata pencaharian nelayan lokal diwilayah tersebut.
“Aktivitas pertambangan oleh PT. Penta Dharma Karsa dan PT. Prima telah mencemari lingkungan yakni lahan pertanian (sawah-Red) dan perkebunan warga berupa kebun kelapa, serta pencemaran laut,” jelas Supardi yang juga mantan Kades Siuna.
Intinya bahwa selain dampak lingkungan hidup, aktivitas pertambangan nikel oleh PT. Penta Dharma dan PT. Prima telah menyebabkan pencemaran laut melalui berbagai cara, termasuk limbah padat dan cair serta erosi tanah yang terbawa ke laut. Pencemaran ini secara tidak langsung dapat merusak ekosistem laut, mengancam keanekaragaman hayati, dan berdampak negatif pada mata pencaharian nelayan lokal terutama yang mendiami wilayah pesisir.
Sementara itu, manager kedua perusahaan tersebut, PT. Penta Dharma dan PT. Prima yang berusaha di hubungi Radar Sulteng di Desa Siuna, hingga berita ini ditayangkan, belum bisa memberikan keterangan resmi terkait permasalahan dimaksud. “Kami tidak bisa memberikan klarifikasi terkait permasalahan tersebut, karena itu kewenangan pimpinan atau penanggungjawab. Kami hanya pekerja biasa dilingkungan perusahaan,” ujar salah seorang karwayan perusahaan yang enggan disebutkan identitasnya.( MT )