PALU – Wakil Ketua I DPRD Sulawesi Tengah, Aristan menyatakan, segera menjalin koordinasi dengan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, guna menindaklanjuti hasil audiensi yang digelar pada Rabu, 2 Juli 2025 lalu.
“Mohon maaf, nanti saya koordinasi kembali dengan Direktur JATAM Sulteng untuk kesiapan pelaksanaan tindak lanjut audiensi yang lalu,” tulis Aristan saat di konfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (16/7/2025).
Pada pertemuan sebelumnya, JATAM Sulteng bersama warga Desa Lelang Matamaling, Kecamatan Buko Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), menyuarakan penolakan terhadap kehadiran tambang batu gamping di wilayah mereka. Mereka juga menyerahkan dokumen hasil kajian investigatif yang mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran dalam penerbitan izin pertambangan di wilayah karst tersebut.
Direktur JATAM Sulteng, Taufik, menilai bahwa penerbitan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di wilayah Bangkep melanggar berbagai regulasi, termasuk Perda Karst dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 53 Tahun 2019 tentang Kawasan Konservasi Laut.
“Dugaan pelanggaran penerbitan WIUP di Desa Lelang Matamaling seharusnya bisa menjadi dasar pencabutan izin. Berdasarkan hasil kajian kami, pemberian izin ini bertentangan dengan beberapa ketentuan perundang-undangan,” ujar Taufik.
Taufik menekankan, keberadaan tambang tidak hanya mengancam ekosistem karst dan wilayah pesisir, tetapi juga membahayakan sumber kehidupan warga.
“WIUP ini harus dicabut karena berpotensi menghilangkan sumber kehidupan warga, termasuk sumber air bersih yang diduga masuk dalam wilayah konsesi tambang. Belum lagi dampaknya terhadap pesisir yang menjadi tumpuan hidup hampir 70 persen masyarakat yang bekerja sebagai nelayan,” lanjutnya.
Dalam pertemuan 2 Juli, Aristan juga sempat menyampaikan bahwa DPRD akan menjadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III untuk membahas tuntutan warga dan JATAM lebih lanjut.(NAS)