POSO-Persoalan proyek Pokok Pikiran (Pokir) yang diusulkan para anggota DPRD Sulawesi Tengah berdasarkan hasil reses di daerah pemilihan atau Dapil saat ini terus ramai dan viral digunjingkan baik warga biasa, para akademisi, serta para wartawan juga warga netizen.
Semuanya menuding serta menduga jika proyek pokok-pokok pikiran tersebut seluruhnya diintervensi oleh sang wakil rakyat mulai dari pengusulannya sampai pada pelaksanaannya diduga dikerjakan sendiri oleh oknum anleg dengan modus konstituen serta pihak ke tiga, padahal fee sepuluh sampai 15 persen dari anggarannya diduga masuk kocek para wakil rakyat tersebut.
Terkait dengan hal tersebut mantan anggota DPRD Sulteng periode 2019-2024 Muhaimin Yunus kepada media ini mengakui, jika proyek pokok-pokok pikiran para anggota DPRD Sulteng itu setiap tahunnya ada dialokasikan oleh pihak Pemda melalui Sekretaris Provinsi (Sekprov) dan diatur oleh Sekretaris Dewn (Sekwan).
“Jadi proyek Pokir itu memang ada serta dialokasikan anggarannya oleh eksekutif. Biasanya kami dijatah atau direns, ada yang Rp 3 miliar, Rp 7 miliar dan ada yang puluhan miliar. Terbanyak atau yang paling besar dapat itu para pimpinan. Jika ada yang katakan tidak benar itu bohong. Saya saja saat masih menjadi Ankeg persoalan ini yang saya tentang habis-habisan. Sebab proyek Pokir tersebut kebanyakan atau keseluruhannya dilaksanakan oleh oknum anggota itu sendiri dengan gunakan bendera koleganya. Sehingga mereka leluasa hanya makan fee dari proyek tersebut, intinya semua OPD turut andil memberikan proyek pokir itu. Parahnya pokir yang kami usulkan pada tahun 2024 tidak berikan, dialihkan pada anggota baru, itukan tidak nyambung kami yang masukkan di KUA-PPS sementara diberikan pada anggota baru, padahal sudah diPerdakan, dan proyek proyek pokir itu diduga mereka yang kerjakan sendiri, ” urai Muhaimin.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mengakui jika dirinya beberapa bulan setelah dilantik melihat kebiasaan ini langsung menentang bahkan melaporkan dugaan korupsi pokir itu langsung ke pihak KPK.
“Saya pernah datangkan penyidik KPK waktu itu untuk melakukan pemeriksaan Terkait proyek Pokir tersebut. Dan KPK turun ke Palu waktu itu ditemukan indikasi tersebut dan kami dilarang untuk kerjakan pokir termasuk tarik feenya. Sebab proyek tersebut jika diketahui milik anggota Dewan siapa yang akan mengevaluasinya sementara mutunya tidak benar, ” tutur ketua Forum Pembela Masyarakat Cinta Damai Poso itu kepada media ini.
Ketua Pemuda Muhamadiyah Kabupaten Poso itu juga mengakui jika proyek Pokir itu cukup besar nilainya dengan modus dipecah menjadi penunjukan langsung serta ada juga yang jumlahnya belasan miliar. Dia juga membenarkan jika pernah tahun lalu ada di media pemberitaan jika proyek pokir milik ketua DPRD Sulteng waktu itu di salah satu dinas berjumlah puluhan paket.
“Proyek pokir itu cukup besar dan tersebar ke semua OPD yang ada proyek fisik dan pengadaannya. Oh benar kalau soal berita diduga ketua dewan waktu itu miliki proyek puluhan paket di satu OPD itu benar. Sebenarnya proyek pokir itu tidak menyalahi aturan sebab itu tugas utama anggota DPRD yang menyerap asipirasi dari konstituen didapilnya melalui reses. Lalu mengusulkan pokok pikiran tersebut kepada eksekutif disesuaikan dengan RPJMD yang ada, ” ungkapnya.
“Hanya kebiasannya para anggota DPRD begitu proyek tersebut turun, juga dikerjakan oleh anggota tersebut atau menarik fee dari proyek itu dengan dalih untuk biaya jika ada permohonan bantuan dari para konstituennya. Jika ingin pembuktian coba perhatikan para anggota yang sudah beberapa kali menjabat, perhatikan gaya hidupnya, pasti tidak sesuai dengan tunjangannya, kenapa? “sebutnya.
“Diduga mereka terlibat proyek pokir dan bermain proyek besar di APBD. Hal ini terjadi juga di DPRD Kabupaten bahkan DPR RI pun hal ini juga diduga dilakukan, makanya saya desak KPK segera turun periksa semua Ankeg di Sulteng. Saya duga mereka bermain proyek Pokir serta proyek-proyek besar lainnya yang berasal dari anggaran APBD, ” tutupnya.(dy)