back to top
Rabu, 10 September 2025
BerandaDAERAHPalu Menari Festival, Titik Kumpul untuk Sembuh, Bergerak, dan...

Palu Menari Festival, Titik Kumpul untuk Sembuh, Bergerak, dan Berkreasi

Kabar68. Palu  — Enam tahun setelah gempa, tsunami, dan likuifaksi pada 28 September 2018 mengguncang Palu, sebuah festival seni kembali hadir membawa pesan kuat: seni tari bisa menjadi medium penyembuhan, refleksi, dan mitigasi. Palu Menari Festival tahun ini mengajak masyarakat untuk “Move ON” dari memori kelam masa lalu, menggunakan gerakan tubuh sebagai bahasa untuk menyuarakan pengalaman dan trauma.

Mengusung tema “Move ON; Titik Kumpul”, festival ini menjadi lebih dari sekadar ajang pertunjukan seni. Ini adalah ruang aman bagi para seniman dan masyarakat untuk berkumpul, merenung, dan bergerak maju. “Peristiwa bencana 28 September 2018 akan selalu menjadi memori dalam perjalanan hidup masyarakat di Sulawesi Tengah,” ungkap Iin Ainar Lawide, Direktur Festival.

Namun, Iin menambahkan, sering kali yang terlupakan adalah pentingnya refleksi atas bencana tersebut. Melalui festival ini, ia berharap masyarakat bisa kembali menyadari betapa pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana di masa depan. Kerentanan tubuh, menurut Iin, dapat menjadi analogi dari pergolakan, penolakan, ketakutan, dan kehilangan yang dialami para korban. “Trauma-trauma yang hadir saat bencana alam terjadi menjadi bencana baru jika negara tidak turut hadir di dalamnya,” tegasnya.

Titik Kumpul: Menyatukan Kembali Tubuh dan Gagasan

Lebih dari sekadar festival seni, Palu Menari Festival menjadi ruang bertumbuhnya generasi baru yang melengkapi tubuhnya dengan gagasan dan ide-ide lokal. Tema “Titik Kumpul” tidak hanya merujuk pada ruang aman fisik ketika bencana terjadi, tetapi juga memperluas perspektifnya ke ruang mental dan budaya.

Iin melihat bahwa seni di Palu sangat membutuhkan ruang pertautan dalam kerja kesenian dan kebudayaan, terutama setelah Taman Budaya pusat seni kota diterjang tsunami pada 2018 silam. Lokasi festival di Jl. Tawanjuka Raya II, Kel. Tawanjuka, Kec. Tatanga, Kota Palu, menjadi “titik kumpul” baru, simbol dari bangkitnya kembali semangat berkesenian. “Kami kembali menjadi ruang penyadaran bahwa bencana masih akan terjadi dan begitu dekat pada kehidupan kita,” katanya.

Merawat Arsip, Menginspirasi Mitigasi

Festival yang berlangsung dari 23 hingga 25 September 2025 ini mengundang 13 koreografer muda dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Mereka memanfaatkan gerakan tubuh untuk mengeksplorasi konsep ruang aman dan kebencanaan, menggunakan pendekatan yang menjadi metode penciptaan mereka masing-masing.

Selain sebagai ajang pertunjukan, festival ini juga berperan penting sebagai penyelamat arsip tari tradisional Sulawesi Tengah. Iin mengungkapkan sulitnya mencari catatan tentang tari di wilayah ini. “Mencari catatan tentang tari di Sulawesi Tengah ibarat mencari jarum dalam jerami,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, sejak tahun 2024, para koreografer diminta untuk menulis tentang karya mereka dan alasan di balik setiap gerakan. Tulisan-tulisan ini dicetak dan akan menjadi referensi berharga bagi penari muda di masa depan, membangun basis data yang kuat untuk seni tari lokal.

“Kami percaya bahwa tubuh kita bisa meminimalisir kerentanan dalam bencana alam,” pungkas Iin. Dengan membangun ruang aman melalui seni, Palu Menari Festival berharap bisa menginspirasi perancangan strategi mitigasi bencana yang lebih baik di masa depan, di mana seni dan budaya menjadi bagian integral dari kesiapsiagaan (Lis)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

130 Eks-JI Poso Mantapkan Komitmen Kembali ke NKRI

0
Kabar68.Poso - Sekitar 130 mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI) dari tiga kabupaten di Sulawesi Tengah mengikuti seminar ilmiah bertajuk “Transformasi Ideologi Jalan Menuju Wasathiyah,...

TERPOPULER >