PALU – Butuh enam bulan riset intensif, perjalanan lintas kota, hingga menelusuri arsip dan foto-foto hitam putih demi melahirkan buku “Menyingkap Perjalanan Epik Universitas Tadulako dalam Lintasan Sejarah”.
Buku karya Dr Hasan bersama Prof Amar Akbar Ali ini resmi diluncurkan pada Dies Natalis ke-44 Untad dan Wisuda Angkatan ke-131, Kamis (14/8) di Auditorium Untad.
Dr Hasan mengungkap, penulisan buku ini dimulai Januari hingga Juli 2025. Prosesnya menuntut ketelitian dan kesabaran luar biasa.
Minimnya sumber tertulis membuat ia harus menelusuri jejak pada informan kunci, di antaranya Nurhayati Ponulele, Hj Nurdullah Dg Mawasa—istri almarhum Musji Amal—serta Takbir Launtina.
“Sejak rektor pertama hingga ketujuh, belum pernah ada inisiasi penulisan sejarah lengkap Untad. Baru pada masa rektor kedelapan, Prof Amar, inisiasi ini nyata,” kata Dr Hasan.
Buku ini memuat perjalanan panjang Sejarah Untad sejak berdiri pada 1963, terdaftar resmi tahun 1964, berada di bawah naungan Unhas pada 1966, hingga menjadi universitas mandiri tahun 1981 dengan rektor pertama Prof Dr H Ahmad Matulada. Cerita dalam buku berhenti pada 2018, ketika Palu dilanda gempa bumi dan likuefaksi.
Tak hanya mengisahkan dinamika dan tuntutan berdirinya Untad untuk mandiri dari Universitas Hasanuddin Makassar, buku ini juga mengungkap “tiga pilar” pilar pertama yaitu pendiri universitas legendaris di Sulteng ini yakni M Yasin, Rusdi Toana, dan Lettu Drh Nazri Gayur—rektor pertama Untad saat masih berstatus swasta (1963-1966)
Kisah tersebut bahkan diadaptasi menjadi film berjudul Tiga Pilar. Pilar kedua yaitu para rektor dan pilar ketiga yaitu mahasiswa.
Salah satu kekuatan buku ini adalah dokumentasi 428 foto hitam putih yang berhasil dikumpulkan.
“Yang paling berat menyambungkan informasi A ke informasi B, kadang tidak singkron, yang menyingkronkan itulah foto itu yang menjadikan penyambung dalam sebuah narasi.
Foto yang tertata rapi itu suatu saat, akan dibuat suatu pameran foto sejarah Untad.
Demi melengkapi data, ia rela menempuh perjalanan hingga Yogyakarta, Arsip Nasional di Jakarta, dan arsip lama di Makassar.
“Saya mengejar sumber-sumber, terutama arsip dekan koordinator yang masih tersimpan rapi di Makassar,” tambahnya.
Peluncuran buku ini disaksikan Gubernur Sulteng Dr Anwar Hafid, yang menerima langsung salinan buku bersama sejumlah tokoh dan tamu undangan diantaranya Ustad Dasad Latif, kejati Sulteng, Ketua FKUB Sulteng Prof Zainal Abidin serta forkopimda. (bar)