PALU — Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEMNUS) Sulawesi Tengah mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) segera menghentikan aktivitas pertambangan PT Pantas Indomining di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Desakan tersebut muncul setelah perusahaan nikel itu diduga kembali beroperasi meski status penghentian sementara dari Kementerian ESDM belum dicabut.
PT Pantas Indomining mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2012 dengan masa berlaku hingga 2032 dan menguasai wilayah konsesi sekitar 4.458 hektare. Perusahaan tersebut berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM.
Namun, berdasarkan surat Direktorat Jenderal Minerba Nomor T-1533/MB.07/DJB/2025 tertanggal 18 September 2025, pemerintah pusat menghentikan sementara operasi 190 perusahaan tambang karena produksi melebihi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). BEMNUS Sulteng menyebut PT Pantas Indomining termasuk dalam daftar tersebut.
Fakta di lapangan, menurut BEMNUS, justru menunjukkan perusahaan kembali menjalankan aktivitas pertambangan meski surat penghentian belum dicabut dan izin operasi belum dipulihkan secara resmi.
“PT Pantas Indomining tetap beraktivitas hanya berlandaskan dokumen perencanaan dan jaminan reklamasi yang selama hampir sepuluh tahun tidak pernah dipenuhi. Mereka tidak mengantongi izin sah dari kementerian,” ujar Rahman Musa, Koordinator Daerah BEMNUS Sulteng melalui aplikasi pesan singkat pada Selasa, (23/12/2025).
Selain dugaan pelanggaran administrasi, BEMNUS Sulteng juga menyoroti kewajiban reklamasi yang tak kunjung direalisasikan. Kondisi tersebut, kata Rahman, berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat di sekitar wilayah tambang.
Ia menambahkan, perusahaan juga dinilai tidak transparan dalam penyusunan dan sosialisasi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM).
“Dokumen AMDAL dan RIPPM tidak pernah disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat lingkar tambang. Bahkan, tanggung jawab sosial perusahaan juga tidak berjalan, padahal sudah mendapat peringatan dari Gubernur Sulawesi Tengah,” jelasnya.
Atas dasar sejumlah dugaan pelanggaran tersebut, BEMNUS Sulteng bersama Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang mendesak aparat penegak hukum mengambil langkah tegas terhadap aktivitas pertambangan yang tidak patuh aturan.
“Aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Sulteng, harus mengambil langkah konkret. Kami tidak anti tambang, tetapi tambang yang melanggar hukum wajib diberi sanksi tegas karena berpotensi merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat,” tegas Rahman.
BEMNUS Sulteng berharap penegakan hukum yang tegas dapat memberikan efek jera sekaligus memastikan aktivitas pertambangan di Sulawesi Tengah berjalan sesuai ketentuan dan berpihak pada keselamatan lingkungan serta masyarakat. (NAS)






