Jumat, 22 Agustus 2025
BerandaDAERAHSkandal Korupsi Rp123,5 Miliar di Banggai, Kenapa Penyelidikan Belum...

Skandal Korupsi Rp123,5 Miliar di Banggai, Kenapa Penyelidikan Belum Tuntas?

BANGGAI – Direktur Krimsus Polda Sulteng, Kombes Pol. Fery Nur Abdulah, S.IK, menegaskan bahwa penanganan perkara kasus indikasi korupsi penyalahgunaan wewenang atas pelimpahan kewenangan Bupati Banggai, kepada 24 Camat, yang menyedot dana sumber APBD Banggai 2024 sebesar Rp. 123.552.460.228, saat ini proses penyelidikannya masih sedang berjalan.

“Proses penyelidikannya jalan terus. Namun, pihak penyidik Krimsus tidak bisa menyampaikan detailnya,” tandas Dirkrimsus Kombes Pol. Fery Nur Abdulah, S.Ik, yang juga mantan penyidik KPK, kepada Radar Sulteng, melalui pesan singkatnya via Whats APP (WA), Selasa (12/8). Selanjutnya beliau menelpon dan menyampaikan akan dipublikasikan kalau sudah P21.

Menanggapi hal tersebut, salah seorang advokad Banggai, Nasrun Hipan, SH, MH kepada Radar Sulteng, Kamis (14/8), mengatakan bahwa persoalannya adalah sejak awal pemeriksaan pemanggilan 24 Camat dan sejumlah pejabat OPD Pemda Banggai, itu sifatnya undangan klarifikasi. Hingga saat ini (Agustus 2025) sudah hampir 9 bulan penanganan perkara kasus tersebut. Apakah belum cukup waktu bagi penyidik Krimsus Polda Sulteng dalam hal mengumpulkan bahan keterangan dan bukti-bukti.

“Pertanyaan masyarakat saat ini, masih berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan oleh penyidik Krimsus Polda Sulteng dalam pengumpulan bahan keterangan dan bukti-bukti dalam penanganan perkara kasus tersebut. Apakah 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun,” jelas Nasrun Hipan, kepada Radar Sulteng, diruang kerjanya, Kamis (14/8).

Padahal, ujar Nasrun Hipan, yang juga Dosen Fakultas Hukum Unismuh Luwuk ini, dalam manajemen penyelidkan dan penyidikan, telah diatur batasan waktu dalam setiap proses penanganan perkara pidana. Hal tersebut sangat jelas tertuang dalam peraturan keputusan Kapolri.

Terkait istilah P21, pinta Nasrun, bahwa alur dari sebelum suatu berkas mendapatkan P21, proses berkas perkaranya akan melalui tahapan sebelumnya, yakni P18 dimana status berkas perkara yang hasil penyelidikannya belum lengkap dan masih ditelitikan oleh pihak Kejaksaan. Kemudian P19, dimana pihak Kejaksaan akan mengembalikan berkas kepada penyidik untuk dilengkapi dan memberikan petunjuk tentang kekurangan yang harus diperbaiki.

“Intinya P21 disini adalah kewenangan penuntut umum di Kejaksaan, bukan kewenangan penyidik Krimsus Polda Sulteng. Dasar hukum kode P18, P19 dan P21 itu didasarkan pada peraturan administrasi penanganan perkara di Kejaksaan, seperti yang tercantum dalam keputusan Jaksa Agung No. 518/A/J.A/2001,” jelasnya.

Menurutnya, pengertian istilah P21 jangan salah memahami. P21 adalah produk penuntut umum dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan, yang isinya adalah memintakan berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik Polri telah lengkap. Sehingga, dengan diterbitkannya P21, maka penyidik Polri melakukan pelimpahan tahap 2, yaitu menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

Sehingga, dalam penanganan kasus perkara kasus ini, awal pemeriksaan yang dilakukan penyidk Krimsus Polda Sulteng, sifatnya undangan klarifikasi masih pada tahap pengumpulan bahan keterangan untuk masuk tahap penyelidikan. Pada tahap ini silahkan dibuktikan apakah laporan yang masuk atau yang diajukan sebagai kategori pidana ataukah perdata atau administrasi. Jika itu adalah peristiwa pidana maka dilanjutkan ke tahap penyidikan. Hal mana dalam tahap penyidikan akan ditentukan siapa pelaku dari tindak pidana dalam kasus dimaksud.

P21 merupakan kode administrasi Kejaksaan yang berarti berkas perkara tindak pidana telah lengkap dan siap dilimpahkan ke Pengadilan untuk disidangkan. Kewenangan yang melekat pada status P21 adalah Kejaksaan berhak untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka, serta melakukan tahap II dengan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Pengadilan.

Sehingga, status P21 menunjukkan bahwa hasil penyidikan yang dilakukan nanti oleh penyidik Krimsus Polda Sulteng dinyatakan sudah lengkap oleh Kejaksaan baik dari segi syarat formil dan materil. Dengan status P21, penuntut umum, dalam hal ini JPU dapat menyusun surat dakwaan dan melanjutkan proses pra penuntutan ke Pengadilan.

“Jadi, P21 inilah yang menjadi dasar pelaksanaan tahap II, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Krimsus Polda Sulteng ke penuntut umum di Kejaksaan, sebelum akhirnya diserahkan ke Pengadilan untuk persidangan,” tandas Nasrun Hipan.

JANGAN DIJADIKAN BOLA LIAR

Sementara itu, aktivis pengawas korupsi di Sulteng, Asrudin Rongka menilai, bahwa perkara kasus indikasi korupsi penggunaan dana APBD Banggai Rp.123,5 miliar, janganlah kasus dugaan korupsi ini dijadikan “bola liar”.

Menurutnya, pernyataan “kasus korupsi jangan dijadikan bola liar” ini artinya kasus indikasi korupsi atas pemanfaatan dana APBD Banggai Rp. 123,5 miliar itu harus ditangani secara tuntas dan transparan agar tidak menjadi informasi yang simpang siur, menimbulkan kebingungan ditengah-tengah masyarakat, atau digunakan untuk tujuan politik tertentu.

“Mengapa tidak boleh jadi “bola liar”, karena “bola liar” berarti kasus ini tidak memiliki arah yang jelas dalam penanganannya, sehingga penangannya terkesan lamban dan berlarut-larut dan tidak ada kepastian hukum yang jelas alias masih mengambang. Karena, sudah hampir 9 bulan hingga Agustus 2025. Otomatis tidak bisa dipungkiri, hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses hukum,” pinta Asrudin.

Selain itu, mencegah penyalahgunaan informasi, dimana informasi penanganan perkara kasus ini yang belum tuntas bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk tujuan politik atau personal bukan untuk mencari keadilan. Sehingga, untuk mendapatkan keadilan, dibutuhkan penanganan kasus dugaan korupsi ini, penyelesaiannya yang tuntas dan transfaran adalah kunci untuk memberikan rasa keadilan bagi korban (masyarakat-Red) dan negara yang merugi.

“Agar tidak menjadi bola liar, Penyidik Krimsus Polda Sulteng, segera melakukan percepatan penanganan, transparansi, dan fokus pada penyelesaian penegakan hukum perkara kasus indikasi korupsi APBD Rp. 123,5 miliar, tanpa terpengaruh dengan tekanan dari pihak manapun, atau issu-issu kepentingan politik dan kepentingan diluar proses hukum,” ujarnya, sembari menegaskan jika kasus ini tidak segera tuntas, dalam waktu dekat kami akan melayangkan surat resmi laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait berlarut-larutnya penanganan kasus tersebut.(MT)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

TERPOPULER >