PALU – Serikat Pekerja Hukum Progresif Sulawesi Tengah, menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III, Rabu (30/7/2025), untuk menyuarakan penolakan terhadap keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengerjaan proyek infrastruktur di wilayah Sulteng.
Raslin, salah satu orator aksi sekaligus pengurus Forum Pemuda Kaili, menuding Kepala BWS Sulawesi III telah mengarahkan proyek-proyek besar hanya untuk perusahaan BUMN dan menutup kesempatan bagi kontraktor lokal.
“Aksi ini adalah bentuk protes kami terhadap kepala wilayah sungai Sulteng yang kami nilai selalu mengkondisikan proyek untuk perusahaan-perusahaan BUMN,” ujar Raslin.
Raslin menyebutkan, proyek rehabilitasi bendung dan jaringan irigasi senilai Rp209 miliar yang tersebar di 21 titik di tujuh kabupaten terkesan seperti proyek pesanan.
Raslin juga mempertanyakan rasionalitas waktu pengerjaan yang hanya tersisa 120 hari, dan menyindir seolah proyek tersebut menuntut keajaiban.
“Dia bukan Nabi Sulaiman yang bisa perintahkan jin untuk kerjakan proyek sebanyak itu dalam waktu sependek ini,” sindirnya pedas.
Menurutnya, skema pengadaan yang selama ini digunakan lebih menguntungkan perusahaan pelat merah, sementara pelaku usaha daerah justru terpinggirkan. Ia mencontohkan bahwa banyak vendor lokal yang terpaksa gulung tikar karena tidak diberi ruang berkompetisi.
“BUMN tidak punya modal, bangkrut dimodali, gagal dikasih proteksi. Sementara kami di daerah dibiarkan. Akibatnya, seperti pepatah: anak ayam mati di lumbung,” lanjut Raslin.
Dalam aksinya, Raslin menyampaikan dua tuntutan utama: menolak kehadiran BUMN di Kota Palu dan mendesak pembatalan proyek rehabilitasi senilai Rp209 miliar yang saat ini sedang berlangsung.
Ia juga memberi peringatan, bila BWS Sulawesi III tidak mengambil tindakan untuk membatalkan atau meninjau ulang proyek tersebut, maka gelombang aksi lanjutan akan digelar.
“Kalau tidak ada tindakan, kami akan gembok kantor ini. Kami tidak terima kehadiran BUMN yang hanya menambah keresahan,” ancamnya.
Lebih jauh, Raslin mengkritik sistem e-katalog sebagai pintu masuk praktik-praktik manipulatif. Menurutnya, proses penunjukan penyedia jasa dalam sistem itu tidak transparan.
“Jujur saja, sistem e-katalog itu tinggal tunjuk. Bisa saja, siapa yang ‘wanifironya’ paling besar, itu yang dipilih. Jadi seperti proyek dalam kelambu,” ungkapnya dengan nada sinis.
Menanggapi hasil pertemuan mereka dengan Kepala BWS Sulawesi III, Raslin menyampaikan bahwa pihak BWS berjanji akan menyampaikan keresahan masyarakat ini kepada pemerintah pusat.
“Kepala BWS bilang dalam waktu dekat akan ke Jakarta untuk menyampaikan bahwa ada gejolak di daerah terkait proyek ini. Saya optimis, proyek ini bisa dibatalkan,” ujar Raslin.
Ia juga memahami bahwa proyek tersebut berada di bawah kerangka Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 tentang Suasemada Pangan. Namun ia menilai, aturan itu tak seharusnya dijadikan alasan untuk meminggirkan pelaku usaha lokal.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak sistem yang memelihara ketidakadilan,” tandasnya.(NAS)