back to top
Sabtu, 4 Oktober 2025
BerandaDAERAHFPKB Tanggapi Kritikan Idrus Hadado Terkait Gelar "Tomaoge" untuk...

FPKB Tanggapi Kritikan Idrus Hadado Terkait Gelar “Tomaoge” untuk Gubernur Anwar Hafid

PALU – Ketua Forum Pemuda Kaili Bangkit (FPKB), Rendir L. Taepo, angkat bicara menanggapi kritik yang disampaikan Idrus Hadado terkait pemberian gelar Tomaoge Tomanasa kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, pada Kongres Libu Mbaso, Sabtu (19/7/2025) di Palu Grand Hotel.

Kepada Radar Sulteng, Rendir menjelaskan, pemberian gelar tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada Anwar Hafid sebagai pemimpin di Sulteng, dan tidak ada kaitannya dengan garis keturunan bangsawan.

“Gelar Tomaoge bisa diberikan kepada siapa pun yang menjabat sebagai pemimpin. Tidak ada yang salah. Kalau dulu, pemimpin adalah raja dalam sistem kerajaan. Sekarang, kita hidup di era pemerintahan, dan Gubernur Anwar Hafid adalah pemimpin Sulteng saat ini. Karena itu, sudah sepantasnya kita menghormatinya dengan gelar Tomaoge. Beda antara Tomaoge dan raja,” ujar Rendir saat ditemui di Markas FPKB, Selasa (29/7/2025).

Rendir menegaskan, Tomaoge adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang dituakan dan dihormati, bukan bagian dari sistem gelar adat yang mengharuskan kehadiran Patanggota dan Pitunggota dalam pemberiannya.

“Pak Idrus keliru memahami. Ini bukan soal adat atau prosedur adat. Ini adalah bentuk penghargaan kami kepada gubernur yang telah bersedia membuka Kongres Libu Mbaso. Kami, yang juga orang Kaili, merasa punya hak memberikan gelar itu. Tidak ada kaitannya dengan Patanggota atau Pitunggota,” tegasnya.

Menurut Rendir, belum ada gubernur sebelumnya yang berinisiatif membuka langsung Kongres Libu Mbaso. Oleh karena itu, FPKB menyambut kehadiran Gubernur Anwar Hafid dengan memberikan penghargaan berupa gelar Tomaoge.

Bahkan lanjut dia, gelar tersebut bisa saja diberikan kepada Ketua RT jika dinilai layak sebagai bentuk penghormatan terhadap perannya sebagai pemimpin di tingkat paling bawah.

“Ketua RT pun bisa disebut Tomaoge jika hadir di kegiatan kami. Itu bentuk penghargaan, karena dia adalah pemimpin di lingkungannya. Tapi tentu tidak bisa sembarangan menyebut orang Madika atau Magau, karena itu gelar yang berasal dari garis keturunan bangsawan,” jelasnya.

Rendir juga memaparkan sedikit sejarah mengenai penggunaan gelar Tomaoge di masa lampau. Dimana, gelar Tomaoge diberikan kepada orang yang dituakan disuatu perkampungan saat sistem kerajaan masih ada di Sulteng.

“Yang penting, kita membedakan antara Tomaoge, Raja, Magau, dan Madika. Kalau Madika itu ada garis keturunannya, silsilahnya jelas. Tapi Tomaoge tidak. Dia diberikan kepada orang yang dituakan, dihormati karena posisinya sebagai pemimpin, sesuai konteks pemerintahan masa kini, bukan kerajaan,” pungkasnya.(NAS)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Bandara Mutiara Sis Al-Djufri, Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sulteng

0
Kabar68. Palu Perjuangan panjang dalam menjadikan Bandara Mutiara Sis Al-Djufri berubah status menjadi bandara internasional, sebagai motor penggerak pembangunan Propinsi Sulteng, yang ditetapkan melalui...

TERPOPULER >