BANGGAI – Sangat disayangkan sikap yang ditunjukkan salah seorang kontraktor pelaksana pengolahan tambang nikel, dibawah bendera PT. Anugerah Tompira Nikel (ATN), H. Rambe, yang saat ini sudah hampir 3 (tiga) tahun tidak beroperasi, ketika dikonfrrmasi Radar Sulteng, malah pihaknya mengadukan wartawan ke Dandim 1308 Luwuk Banggai.
Hal itu terungkap setelah salah seorang oknum anggota Kodim, menelpon untuk menghubungi wartawan Radar Sulteng, katanya ada perintah Dandim untuk mengkomunikasikan hal tersebut.
“Ada perintah pak Dandim, untuk mengkomunikasikan terkait laporan H. Rambe. Ia merasa seakan-akan terganggu,” ujar oknum anggota Kodim.
Konfirmasi ini dilakukan wartawan Radar Sulteng Biro Banggai, kepada H. Rambe terkait adanya laporan dugaan penggalian dan pengupasan lahan tambang di Desa Ranga-Ranga Kecamata Masama, yang diduga diluar IUP. Dalam etika jurnalis, konfirmasi atau klarifikasi adalah hal yang wajib demi menjaga keseimbangan pemberitaan sehingga tidak sepihak. Kemudian, yang bersangkutan tiba-tiba melaporkan hal ini ke Pak Dandim, apa hubungannya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Sulteng, bahwa PT. ATN setelah melakukan pengolahan sekitar tahun 2022, ore nikel hanya ditumpuk pada lokasi stocpile milik PT. BCGI, karena PT. ATN tidak memiliki lokasi penampungan. Sampai dengan saat ini, ore nikel yang tertumpuk diperkirakan 1 tongkang terpaksa tidak bisa dikapalkan akibat tarik menarik lokasi Jetty dengan PT. BCGI dan belum mengantongi izin jetty.
Bahkan pengupasan atau penggalian lokasi tambang nikel dilokasi Desa Ranga, diduga tidak berada dilokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Penggalian nikel dilokasi yang dilakukan H. Rambe selaku pelaksana PT. ATN, diduga diluar IUP,” uangkap warga di Masama, yang pernah menjadi orang penting dalam perusahaan, sembari mengakui masih terdapat lahan warga yang belum diselesaikan (ganti rugi) namun sudah digusur.
Sejumlah warga di Masama, meminta kepada Gubernur Anwar Hafid agar segera memerintahkan instansi terkait dari Propinsi untuk turun melakukan pemeriksaan terkait pengupasan dan penggalian lahan yang saat ini ditinggalkan begitu saja oleh pelaksananya, tanpa ada kejelasan, karena sudah sekitar 3 tahun tidak jalan kegiatannya.
“Sebaiknya Pak Gubernur diminta segera turunkan tim tekhnis, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya untuk melakukan pemeriksaan lokasi penggalian dan pengupasan hutan oleh sdr. H. Rambe, selaku pelaksana PT. ATN di desa Ranga-Ranga. Kalau sudah tidak beroperasi konsekwensinya perlu dipergegas kepada perusahaan, karena msayarakat sangat membutuhkan lahan untuk kepentingan pertanian dan perkebunan,” keluh sejumlah warga di Desa Ranga-Ranga.
Kontraktor Pelaksana PT. ATN, H. Rambe dalam pesan singkatnya melalui Whats APP (WA) kepada Radar Sulteng menegaskan bahwa informasi itu tidak benar.
“Gak benar itu pak. Saat ini PT. ATN juga tidak lagi bekerja. Ini cerita tahun 2022 yang sengaja dikembangkan oleh mantan karyawan. Tim sudah pernah turun,” ujar H. Rambe, tanpa menjelaskan tim yang turun dari mana, apakah Propinsi atau Kabupaten.
Intinya bahwa pengupasan atau aktivitas penambangan yang dilakukan diluar wilayah IUP merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana maupun administrasi. IUP adalah izin yang diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah untuk melakukan usaha pertambangan.
Konsekwensi dan sanksi pengupasan hutan diluar IUP, sanksi pidannya yakni setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IUPK atau izin lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100 miliar. * MT.