BANGGAI – Berlarut-larutnya penanganan perkara kasus indikasi korupsi penyalahgunaan wewenang atas pelimpahan kewenangan Bupati Banggai kepada 24 Camat, yang menyedot dana APBD 2024 senilai Rp.123,5 miliar, cukup mengundang reaksi dari berbagai elemen masyarakat.
Persoalannya adalah, penanganan kasus ini sudah cukup lama, sudah sekitar 8 bulan, sejak Nopember 2024 kasus ini dilaporkan, masih berputar putar pada tahap penyelidikan, sampai dengan saat ini belum ada titik terang oleh penyidik Krimsus, terkait perkembangan tahapan pemeriksaan dari penyelidikan ke penyidikan, sehingga ada kejelasan dan tidak membingungkan publik, kapan akan digelar perkaranya.
“Sudah 8 bulan penanganan kasusnya hanya berputar-putar pada tahap penyelidikan terus. Tak heran kalau ada opini masyarakat yang berkembang bahwa penyidik krimsus diduga “masuk angin”,” tandas Zulfikar, SH, aktivis Sulteng, bertempat disebuah warkop kota Luwuk, kepada Radar Sulteng, Selasa (12/8).
Menurutnya, kuat dugaan, lambannya penanganan perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi dana APBD Rp. 123,5 miliar yang hingga saat ini belum tuntas dan terkesan berlarut-larut penanganannya, penyebabnya tidak lain adanya indikasi intervensi berbagai pihak untuk melindungi oknum koruptor dan bahkan mengkambinghitamkan pihak lain.
“Tidak bisa dipungkiri, berlarut-larutnya penanganan kasus ini, otomatis adanya indikasi intervensi pihak luar dan kepentingan politik. Tekanan politik, yakni adanya pengaruh dari pihak-pihak yang berkepentingan sehingga dapat mengganggu independensi penyelidikan dan menyebabkan berlarut-larutnya proses hukum kasus indikasi korupsi APBD Rp.123,5 tersebut, yang saat ini digodok Krimsus Polda Sulteng,” jelasnya.
Sementara itu, Aktivis pengawas Korupsi Sulteng, Asrudin Rongka, menegaskan jika ada kasus yang ditemukan di daerah yang tak kunjung tuntas atau terkesan berlarut-larut proses penanganannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberikan sinyal. Cukup laporkan penyidik yang menangani kasusnya ke KPK.
“KPK tidak akan menangani perkara pokoknya, tetapi menangani jaksa atau polisi yang telah masuk angin dalam menangani suatu perkara. Itu yang bisa dilaporkan. Hal ini diatur dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang KPK yang menyebutkan bahwa KPK dapat mengambil alih suatu perkara jika memenuhi syarat-syarat yang menjadi ketentuan KPK,” pinta Asrudin kepada Radar Sulteng, via telepon.
Terkait berlarut-larutnya penanganan kasus korupsi ini APBD Rp. 123,5 miliar, dinilainya bahwa perbedaan sudut pandang hukum dimana interprestasi hukum yang berbeda dapat menciptakan perbedaan dalam cara penanganan kasus, seperti pada pandangan hukum progresif yang melihat penanganan berlarut-larut sebagai bentuk penghentian tidak sah.
“Kurangnya transparansi dalam hal ketiadaan informasi yang jelas tentang perkembangan pemeriksaan kasus tersebut dapat menimbulkan spekulasi dan ketidakpercayaan masyarakat. Bahkan dalam menggugah kepentingan masyarakat, jangan heran kalau ada LSM dan masyarakat di Sulteng yang seringkali menyuarakan protes terhadap penanganan kasus korupsi yang tidak kunjung tuntas. Mudah-mudahan ditangan Dirkrimsus yang baru ini, melalui Kombes Fery Nur Abdulah, akan ada titik terang siapa-siapa yang akan menjadi tersangka dalam perkara kasus korupsi APBD Banggai Rp.123,5 miliar,” Pinta Asrudin.
Ditempat terpisah, Direktur Krimsus Polda Sulteng, Kombes Pol. Fery Nur Abdulah, S.Ik kepada Radar Sulteng mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan dari Mabes Polri dalam ekspose kasus korupsi ke media secara resmi setelah P21 atau setelah berkas dinyatakan lengkap. Terkait penanganan indikasi korupsi dana APBD Banggai Rp. 123,5 miliar, penyelidikannya masih terus berjalan. Penyidik Krimsus sedang bekerja dan tak henti-hentinya melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan kasus korupsi tentu tidak harus terburu-buru, dibutuhkan waktu dan ketelitian baik dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Berkas lengkap dimaksudkan setelah dinyatakan oleh pihak Kejaksaan. Hal ini berarti bahwa hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Krimsus telah dianggap sudah memenuhi syarat formil dan materil,” tandas Kombes Fery Nur Abdulah, mantan penyidik KPK yang baru menjabat sekitar 3 bulan sebagai Direktur Krimsus di Polda Sulteng.
Ketentuan Mabes Polri untuk ekspose media khusus kasus korupsi adalah memberikan informasi secara terbuka dan transparan kepada publik, yang bertujuan untuk mencegah dan memberantas korupsi sebagai tanggung jawab bersama Polri dan masyarakat.
Pihaknya berharap, khsususnya kepada masyarakat Banggai untuk tetap bersabar, intinya bahwa proses hukum perkara kasus dugaan korupsi dana APBD Banggai Rp.123,5 miliar, penyelidikannya masih terus berjalan. Namun, penyidik Krimsus akan memberikan informasi setelah P21 nanti.
“Ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya kerahasiaan baik tahap penyelidikan dan penyidikan. Meskipun tujuannya adalah keterbukaan. Polri tetap harus menjaga kerahasiaan itu. Informasi yang diberikan akan disesuaikan dengan perkembangan dan kepentingan penyelidikan dan penyidikan. Peran media disini, sangat penting dalam menyebarkan informasi, namun diharapkan juga dapat menyajikan informasi secara akurat dan tidak menimbulkan bias sehingga tidak merugikan proses hukum yang sedang berjalan,” jelas Kombes Fery Nur. (MT)






