Kabar68.PALU – Ratusan warga Poboya kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Citra Palu Minerals (CPM) pada Kamis (4/12/2025) untuk menegaskan tuntutan penciutan lahan dari wilayah Kontrak Karya perusahaan. Massa menyatakan tidak lagi menerima janji tanpa kepastian, setelah serangkaian pertemuan – termasuk dua kali perjalanan ke Jakarta – tak menghasilkan keputusan yang dijanjikan manajemen dan BRMS.
Ketua Pokja WPR Poboya, Sofyar, menegaskan bahwa warga sudah terlalu sering menunggu jawaban yang tak kunjung datang. Ia menyebut perusahaan sebelumnya berjanji akan memberikan respon dalam satu minggu setelah pertemuan terakhir di Jakarta, namun hingga kini belum ada kabar.
“Kami dijanjikan satu minggu akan diberi jawaban. Tapi hari ini, hampir satu bulan lebih, tidak ada satu pun yang dibuktikan. Faktanya sampai hari ini tidak ada,” kata Sofyar dalam orasinya.
Ia menegaskan bahwa warga tidak menolak investasi, tetapi meminta perusahaan tidak mematikan ruang hidup masyarakat yang telah menggantungkan ekonomi pada aktivitas tambang rakyat.
“Investasi ini akan berjalan dengan baik kalau rakyat tidak dimatikan. Kami hanya ingin sedikit ruang. 246 hektare itu tidak sampai 1 persen dari 27 ribu hektare Kontrak Karya. Itu bisa menjaga keseimbangan antara rakyat dan investasi,” ujarnya.
Menurut Sofyar, warga justru ingin menempuh jalur regulasi dan mengurus Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), namun PT CPM dinilai tidak memberi akses.
“Kami dikatakan PETI, padahal kami mau mengurus regulasi. Tapi ruang itu tidak diberikan. Ada indikasi dihambat oleh perusahaan. Mereka merasa rugi kalau sedikit wilayahnya diberikan ke rakyat,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kesabaran warga sudah mencapai batas.
“Kalau Anda merasa rugi, jangan paksa kami untuk taat. Kami akan membuat Anda juga rugi. Beri kami keadilan di negara ini. Hari ini kami datang mengingatkan janji penciutan. Kalau dari hari ini tidak direalisasikan, apa yang akan kami lakukan?” serunya, yang langsung dijawab massa dengan teriakan “Usir CPM!”
Sofyar pun menutup orasi dengan ultimatum keras. “Satu minggu dari hari ini kalau tidak ada jawaban, kita akan blokade jalan. Kita tidak perlu lagi berdiskusi.”
Koordinator lapangan aksi, Kusnadi Paputungan, menegaskan bahwa seluruh perwakilan warga yang berbicara dalam audiensi hanya memperjuangkan satu hal: penciutan lahan oleh PT CPM. Ia menyebut tuntutan itu tidak bisa dinegosiasikan.
“Hanya penciutan. Itu sudah harga mati bagi kita. Tidak ada tawar-menawar. Tidak ada bujuk-bujuk lain,” tegas Kusnadi.
Ia mengakui bahwa pertemuan dengan manajemen CPM, khususnya dengan Senior Consul Sudarto, setidaknya menunjukkan upaya perusahaan mencatat aspirasi warga.
“Pak Sudarto tadi ada niat baik. Dia catat aspirasi kita, bahkan direkam. Dan dia berjanji akan segera berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan kepada pimpinan,” katanya.
Menurut Kusnadi, tuntutan masyarakat sebenarnya mengikuti mekanisme resmi sesuai aturan pemerintah. Ia menegaskan bahwa permohonan penciutan tidak bisa diajukan pihak lain selain perusahaan.
“Mekanismenya jelas: CPM yang harus menyurat ke Kementerian ESDM atas dasar permintaan masyarakat. Bukan pemerintah daerah, bukan pihak lain. Itu tadi sudah masuk dalam catatan Pak Sudarto,” jelasnya.
Kusnadi menutup arahannya dengan instruksi konsolidasi kepada warga setelah aksi hari ini.
“Kita beri waktu satu minggu atau tujuh hari. Kalau langkah itu tidak dilakukan CPM, kita akan melakukan penggalangan massa yang lebih besar. CPM tidak bekerja, kita juga tidak bekerja,” pungkas Kusnadi.
Aksi berjalan tanpa kericuhan. Warga kemudian membubarkan diri dengan janji kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka kembali diabaikan. (NAS)






