Kabar68.PALU – Rencana penciutan wilayah izin tambang di Poboya kembali memantik perbedaan pandangan antara PT Citra Palu Minerals (CPM) dan masyarakat. Perdebatan ini muncul setelah aksi demonstrasi warga di depan kantor CPM yang menuntut perusahaan segera mengajukan penciutan wilayah tambang beberapa hari yang lalu.
Direktur PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), Muhammad Sulthon, menjelaskan bahwa kewenangan penciutan berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bukan sepenuhnya di perusahaan.
“Penciutan itu kewenangan Kementerian ESDM, bukan di kami. Kami sudah sampaikan ke ESDM,” kata Sulthon dalam sambungan telepon, Senin (8/12/2025).
Namun, ia menilai jika proses penciutan mengandalkan permintaan langsung ke CPM, maka tahapan teknis akan memakan waktu panjang.
“Kalau nunggu CPM melakukan penciutan, proses teknisnya panjang. Harus pengeboran, persyaratan banyak. Masyarakat mau menunggu itu?” ujarnya.
Sulthon mengaku telah menawarkan skema kerja sama sebagai jalan tengah agar konflik tidak berlarut dan aktivitas perusahaan tetap berjalan.
“Kita harusnya kerja sama. Supaya masyarakat tetap terlindungi, tidak dianggap ilegal, dan CPM bisa bekerja harmonis,” katanya.
Ia juga mengisyaratkan bahwa arah kebijakan perusahaan ke depan lebih condong pada skema kolaborasi daripada mendorong pengajuan penciutan wilayah.
“Jawabannya sudah pasti bukan ke sana. Arahnya kerja sama saja dengan masyarakat, supaya dua-duanya makmur,” ucap Sulthon.
Di sisi lain, perwakilan Masyarakat Adat Poboya, Kusnadi Paputungan, menegaskan penciutan tetap menjadi tuntutan utama warga dan tidak bisa ditukar dengan konsep kerja sama jangka panjang.
“Intinya penciutan. Perjalanan penciutan ini sudah sejak 2010–2011. Sudah 15 tahun kami lewati,” kata Kusnadi saat dihubungi, hari yang sama.
Menurutnya, masyarakat siap menunggu selama dibutuhkan, asalkan CPM menunjukkan itikad baik dengan mengajukan permohonan resmi ke Kementerian ESDM.
“Jangankan 3–4 tahun, 15 tahun sudah kami lewati. Kuncinya CPM harus ajukan surat permohonan penciutan ke Kementerian ESDM,” tegasnya.
Kusnadi menolak skema kerja sama jangka panjang karena dinilai berisiko merugikan masyarakat.
“Kami tidak percaya konsep kerja sama jangka panjang. Bisa saja diputus sepihak. Kami belajar dari kerja sama CPM dengan AKM yang dihentikan sepihak,” ujarnya.
Meski begitu, Kusnadi membuka ruang dialog untuk kerja sama jangka pendek selama tidak menggeser tuntutan utama warga.
“Kalau kerja sama jangka pendek dan saling menguntungkan, itu bisa. Tapi penciutan harus tetap jadi kesepakatan dasar,” katanya. (NAS)






