Kabar68. Palu – Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tengah langsung tancap gas. Dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, rapat koordinasi (rakor) digelar bersama seluruh bupati dan wali kota di Ruang Polibu, Kantor Gubernur, Rabu (3/9). Rapat ini menjadi respons cepat atas kondisi inflasi Sulteng yang per Agustus 2025 mencapai 3,62% , menempatkan provinsi ini di posisi 10 besar secara nasional.
Dalam rakor yang juga dihadiri Wakil Gubernur dr. Reny Lamadjido, Kepala BI Sulteng Muhammad Irfan Sukarna, dan Kepala BPS Sulteng Imron Taufik J. Musa, Gubernur Anwar Hafid menyoroti tiga kabupaten sebagai penyumbang inflasi terbesar: Tolitoli (5,70%), Morowali (5,69%), dan Banggai (4,66%).
“Tiga daerah ini harus segera bergerak cepat karena menjadi penyumbang terbesar inflasi Sulteng,” tegas Anwar.
Beras Penyebab Utama, Pasar Murah Digencarkan Hingga ke Desa
Gubernur Anwar Hafid menjelaskan bahwa komoditas beras adalah pemicu utama inflasi di ketiga daerah tersebut. Untuk menekan laju inflasi, ia mendorong agar gerakan pasar murah digencarkan hingga ke desa-desa.
“Kita libatkan Bulog, TNI-Polri, kepala desa, camat, semua harus bergerak bersama. Hanya dengan cara itu harga beras bisa distabilkan, dan target kita tiga bulan ke depan inflasi harus turun di bawah 3,5 persen,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara TPID provinsi dan kabupaten/kota agar langkah yang diambil memberikan dampak nyata bagi masyarakat. “Yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan nyata agar harga tetap terkendali,” tegasnya.
Distribusi Beras Bocor, BI Ungkap Fakta Mengejutkan
Kepala BI Sulteng, Muhammad Irfan Sukarna, mengungkapkan fakta menarik. Meskipun data BPS per Agustus 2025 menunjukkan Sulteng surplus beras lebih dari 58 ribu ton, harga beras di provinsi ini justru lebih tinggi. Menurut Irfan, ini disebabkan oleh distribusi beras dari daerah produsen seperti Banggai dan Morowali yang lebih banyak terserap ke luar provinsi, termasuk Gorontalo dan Maluku Utara.
Irfan menekankan perlunya pengelolaan ulang alokasi beras agar pasokan untuk Sulteng diprioritaskan sebelum dijual ke provinsi lain. Ia juga mengingatkan tentang faktor musim hujan di bulan Oktober yang dapat mengganggu proses pengeringan hasil panen.
Untuk menjaga kualitas dan kelancaran distribusi, Irfan menyarankan peningkatan kapasitas rice milling unit, terutama di daerah seperti Parigi Moutong. “Kalau produksi bisa diolah maksimal di daerah sendiri, kualitas beras lebih terjaga dan distribusinya lebih lancar,” pungkasnya