back to top
Kamis, 25 Desember 2025
BerandaPALUSatu Pintu Dua Kiblat

Satu Pintu Dua Kiblat

Cerita Prof Zainal Tentang Indahnya Kerukunan Umat Islam dan Kristen di Masa Bani Umayyah

Palu – Di tengah riuh rendah perayaan Natal 2025, sebuah narasi berani sekaligus menyejukkan mengalir dari podium Hotel Best Western Coco, Palu, Senin malam, 22 Desember 2025.

Bukan sekadar ucapan normatif, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulteng, Prof. Dr. KH. Zainal Abidin, M.Ag justru membedah sejarah “mahal” tentang toleransi yang mungkin mulai terlupakan.

Tokoh yang menyandang deretan jabatan strategis, mulai dari guru besar UIN Datokarama Palu, Rais Syuriyah PBNU, Ketua FKUB Sulteng, hingga Ketua MUI Kota Palu ini membuktikan bahwa kerukunan bukan sekadar teori, melainkan praktik yang sudah berumur ribuan tahun.

Prof Zainal, membuka pidatonya di hadapan jajaran Korpri dan Pemprov Sulteng, dengan narasi yang berani dan tajam mengenai esensi beragama.

“Natal itu damai. Bahkan bagi umat Kristiani, Yesus Kristus adalah pembawa kedamaian. Maka jika ada orang beragama justru mengajak pada perselisihan dan pertengkaran, dapat dipastikan itu bukan bagian dari ajaran agama,” jelasnya.

Prof Zainal menyebut bahwa sudah dapat dipastikan agama itu memiliki perbedaan yang tidak bisa dipungkiri. Namun perbedaan itu jangan diperuncing dengan memperdebatkan ajaran teologi mana yang paling benar. Sebab setiap orang pasti meyakini agama yang dianutnya yang benar.

“Tugas kita bukanlah membuktikan bahwa agama kita yang paling benar. Tetapi tugas kita bagaimana menyebarkan kebaikan kepada siapapun karena kita umat beragama,” jelasnya.

Prof. Zainal mengajak melihat kesamaan fundamental dalam doa setiap agama. Sang pakar pemikiran islam modern ini membedah makna salam yang ternyata memiliki satu muara yang sama yakni Kedamaian.

Shalom (Bahasa Ibrani): Semoga Damai.

Om Shanti Shanti Shanti Om: Tuhan, semoga damai menyertai kami.

Assalamu’alaikum: Semoga damai sejahtera untuk kita semua.

“Artinya semua ajaran agama itu mengajarkan kedamaian di antara kita,” jelas sang profesor.

Hubungan antar umat beragama yang inklusif dan toleran ini kata Prof Zainal bukanlah ajaran baru yang muncul di zaman modern.

Jauh sebelum itu, Rasulullah sendiri pencontohkan praktik toleransi kepada umat yang mestinya menjadi keteladanan hingga saat ini.

Ketika sekelompok pendeta dari Najran, Yaman datang menemui Nabi Muhammad, s.a.w di Madinah untuk berdialog. Nabi menerima mereka dengan sangat terbuka bahwa berdialog dengan para pendeta itu di dalam masjid.

“Ketika berdialog, umat Kristiani, para pendeta itu berkata, wahai Muhammad, kami ingin beribadah. Bagaimana caranya. Lalu Nabi berkata, Wahai para pendeta, anda boleh beribadah menggunakan masjid saya ini. Anda bisa bayangkan, Nabi Muhammad mempersilakan umat Kristiani untuk beribadah di dalam masjid. Artinya kedamaian itu sudah tercipta sejak Nabi Muhammad, s.a.w. dan di dalam ajaran Islam, tidak ada satu ayat dan tidak ada satu hadis yang membolehkan menghina agama-agama di luar islam,” jelas Prof Zainal.

Tak berhenti di situ, tokoh pembaharuan Islam itu juga memaparkan sejarah era Bani Umayyah, di mana selama 70 tahun, umat Muslim dan Kristiani berbagi satu tempat ibadah.

“Pada waktu itu, pintunya cuma satu. Masuknya dari pintu yang sama. Umat islam masuk salat menghadap ke barat. Umat Kristiani masuk menghadap ke timur. Di dalam satu tempat, ada dua jamaah beribadah, ada dua kelompok beribadah. Itu dilaksanakan kurang lebih 70 tahun lamanya,” jelasnya.

Pemahaman beragama yang seperti inilah yang menjadi kunci kerukunan, keharmonisan, kedamaian dan menghilangkan rasa saling curiga antar umat beragama.

Hal ini juga sejalan dengan quotes Prof Zainal yang mengutip ucapan Ali bin Abi Thalib.

“Kalau dia bukan saudaramu seagama, yakinlah bahwa dia adalah saudaramu sekemanusiaan,” jelasnya.

Prof Zainal mengatakan nilai-nilai tentang kebaikan kepada sesama manusia ini juga dijelaskan di dalam Matius pasal 39. Dalam pasal itu disebutkan, Kasihilah sesamamu manusia sebagaimana engkau mengasihi dirimu sendiri.

Menutup pidatonya yang komprehensif, Prof. Zainal juga meluruskan isu sensitif yang kerap muncul setiap tahun: hukum umat Islam mengucapkan selamat Natal.

Secara lugas, Ia menyatakan hal tersebut diperbolehkan dengan dalil Alquran Surah Maryam ayat 33. Di sana, Allah sendiri mengucapkan selamat atas kelahiran Isa,a.s yang merupakan orang yang sama dengan Yesus Kristus.

“Jangan menganggap saya menyamakan agama ini. Saya tidak menyamakan agama. Saya pernah menulis. Semua agama tidak sama, tetapi agama memiliki banyak kesamaan-kesamaan,” jelasnya di akhir pidatonya. (*/bar)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Proyek Prioritas Palu Masih Jauh dari Target

0
Masa Kontrak Sisa Menghitung Hari PALU — Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Palu melakukan kunjungan kerja ke sejumlah proyek strategis di Kota Palu, Senin...

TERPOPULER >