back to top
Sabtu, 25 Oktober 2025
BerandaDAERAHSaksi Mengakui Tak Ada Kerugian Negara dalam Perkara P3K...

Saksi Mengakui Tak Ada Kerugian Negara dalam Perkara P3K di Bangkep

Kabar68.BANGKEP –  Sidang perkara kasus dugaan pemalsuan dokumen dan indikasi kerugian negara yang disangkakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada tiga orang terdakwa, masing-masing berinisial “FS”, “MAP”, dan “PEJ”, yang ketiganya berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak Kerja (P3K) Kabupaten Bangkep, terkesan “mengambang”. Hal ini lantaran dokumen palsu dan kerugian negara yang dituduhkan tak bisa dibuktikan secara autentik, terutama perhitungan resmi dari lembaga yang berwenang seperti BPK.

Fakta Sidang: Honor Belum Dibayar, Saksi Sebut Tak Ada Kerugian Negara

Pada sidang lanjutan, Selasa (22/10), dengan agenda mendengarkan keterangan 10 orang saksi yang dihadirkan JPU, terungkap fakta mengejutkan. Saksi “H”, salah seorang ASN di kantor BPBD Bangkep yang bertanggung jawab untuk membayarkan honorarium, telah mengakui pihaknya tidak pernah membayarkan honorarium kepada kedua terdakwa “MAP” dan “PEJ” di tahun 2021.

“Dihadapan majelis hakim, saksi ‘H’ mengatakan bahwa Ia tidak pernah melakukan pembayaran honor kepada terdakwa ‘MAP’ dan ‘PEJ’. Kemudian, majelis hakim bertanya kepada saksi ‘H’ apakah ada kerugian negara? Saksi ‘H’ menjawab tidak ada kerugian negara karena ia tidak pernah membayarkan honor kepada klien kami di tahun 2021,” tandas Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Aditya Bayu Saputra, S.H., yang bernaung di bawah kantor Advokat dan Konsultan Hukum, Nasrun Hipan, S.H., M.H., kepada Radar Sulteng, Rabu (22/10).

Lanjut Bayu, sapaan akrab advokat muda di Banggai, menilai ada keanehan dalam fakta persidangan. Sebab, saksi “W” dan “MT” serta dua orang lainnya (yang tidak dijadikan saksi dalam persidangan) padahal mengantongi surat atau dokumen yang sama seperti yang digunakan terdakwa, begitu pun dalam pendaftaran P3K juga menggunakannya, namun mereka tidak dijadikan tersangka. “Ini ada apa?” tanyanya.

Sehingga, tegas Bayu, perkara kasus ini semakin terang benderang, karena dalam Pasal 263 ayat (2), dengan unsur-unsur seperti “sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan”, sudah terbantahkan bahwa ketiga terdakwa terkait SK P3K yang mereka kantongi saat ini tidak ada unsur kerugian negara.

Praktisi Hukum: Kasus P3K Bangkep Salah Kamar

Di tempat terpisah, salah seorang praktisi hukum di Banggai, Effendi Mokendji, S.H., M.H., yang juga advokat, kepada Radar Sulteng mengatakan, kalau melihat dan mengamati persidangan perkara P3K di PN Luwuk, seharusnya JPU membuktikan terlebih dahulu tentang dokumen atau surat palsu yang disangkakan kepada terdakwa.

“Dibuktikan dulu dokumen atau suratnya, apanya yang palsu, baru itu bisa mempersangkakan seseorang,” tandas Effendi Mokendji.

Dijelaskannya, bahwa kasus P3K Bangkep yang saat ini sedang bergulir di PN Luwuk sepertinya salah kamar. “Kasus ini mestinya masuk ranah PTUN dan berkaitan dengan administrasi pemerintahan, sehingga dalam kasus ini tidak ada kesan ada ‘penzoliman’ terhadap proses penegakan hukum di Kabupaten Banggai,” jelasnya.

Menyinggung kerugian negara yang didakwa JPU, ini juga wajib dipertanyakan. JPU seharusnya mampu membuktikan sisi kerugian negara yang dimaksud. Biasanya, kalau ada kerugian negara dalam bentuk keuangan, harusnya dihitung dulu oleh BPK.

“Muncul pertanyaan bagaimana cara menghitung yang dilakukan JPU terhadap kerugian negara tersebut dan apa kerugian negara yang dialami terhadap dokumen atau surat yang dituduhkan palsu tanpa ada perhitungan secara resmi dari lembaga yang berhak atau berwenang menyatakan kerugian negara,” ujar Fendi.

BPK Memiliki Kewenangan Tunggal

Sekadar diketahui, bahwa ada lembaga yang berhak atau berwenang dalam menghitung dan menyatakan kerugian negara yakni BPK dan BPKP. Kedua lembaga inilah yang memiliki kewenangan konstitusional untuk dapat menyatakan atau menetapkan adanya kerugian negara. Namun, proses penghitungan awal kerugian negara bisa dilakukan oleh berbagai instansi seperti BPKP, Inspektorat, atau akuntan publik yang akan menjadi dasar bagi BPK.

BPK memiliki kewenangan tunggal dan konstitusional untuk menetapkan ada atau tidaknya kerugian negara. Kewenangan ini sesuai amanat Pasal 10 ayat (1) UU BPK, yang memberikan wewenang kepada BPK untuk menilai dan menetapkan jumlah kerugian keuangan negara.

Alur mekanisme proses penghitungan kerugian negara yakni penghitungan awal dilakukan oleh BPKP, Inspektorat, atau akuntan publik melakukan audit dan menghitung potensi kerugian negara berdasarkan dokumen dan bukti-bukti yang ada. Kemudian, hasil penghitungan dari instansi tersebut diajukan ke BPK untuk dilakukan penilaian dan penetapan akhir mengenai adanya potensi kerugian negara. (*MT)

 

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Polda Sulteng Jelaskan Kericuhan Kayumalue: Benarkan Penggerebekan Narkoba dan Tangkap Satu...

0
Kabar68.Palu – Sebuah video penggerebekan aparat kepolisian yang viral di media sosial menghebohkan warga Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu. Dalam rekaman berdurasi 2 menit...

TERPOPULER >