PALU — Forum Mahasiswa Morowali Menggugat menuding diskriminasi program beasiswa PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sulteng Jl Samratulangi Palu, Rabu (17/12).
Mahasiswa menilai kebijakan beasiswa perusahaan kawasan industri tersebut tidak berpihak kepada masyarakat yang berada di ring satu atau terdampak langsung, khususnya warga Kecamatan Bahodopi.
Koordinator Lapangan aksi, Asrar, menyebut program beasiswa PT IMIP justru tidak adil karena kuota dan besaran bantuan untuk masyarakat di sekitar kawasan industri sangat terbatas dibandingkan penerima dari luar Morowali.
“Kuota beasiswa untuk masyarakat ring satu sangat kecil. Bahkan secara nominal, penerima dari luar Morowali justru mendapat lebih besar dibanding masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas industri,” kata Asrar kepada wartawan.
Menurutnya, kondisi tersebut mencerminkan lemahnya keberpihakan perusahaan terhadap warga lokal yang selama ini menanggung dampak lingkungan, sosial, dan infrastruktur akibat aktivitas industri di kawasan IMIP.
“Ini bentuk ketidakadilan. Kami hidup berdampingan dengan industri, tapi justru tidak menjadi prioritas dalam program beasiswa,” ujarnya.
Selain persoalan beasiswa, mahasiswa juga menyoroti pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT IMIP yang dinilai tidak tepat sasaran dan cenderung bersifat seremonial.
“Banyak program CSR hanya jangka pendek dan tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat ring satu. Tidak pernah ada audit atau evaluasi yang jelas dari pemerintah,” ujar Asrar.
Dalam aksi tersebut, Forum Mahasiswa Morowali Menggugat turut membawa enam tuntutan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa juga menyoroti kebijakan proyek multiyears pemerintah provinsi dan infrastruktur,
“Dari enam tuntutan yang kami bawa, yang paling kami tekankan itu persoalan proyek multiyears. Ini sangat mendesak karena kondisi infrastruktur di Morowali hari ini sangat tidak memadai,” kata Asrar.
Asrar menilai kondisi infrastruktur, khususnya jalan, tidak sebanding dengan kontribusi Morowali terhadap pendapatan daerah maupun nasional.
“Morowali menyumbang besar untuk APBD dan APBN, tapi kebijakan pemerintah provinsi justru tidak berpihak. Kemacetan di Morowali sudah luar biasa, itu dampak dari jalan yang tidak layak,” ujarnya.
Mahasiswa juga menyoroti penggunaan sungai induk di Desa Bahomakmur oleh perusahaan di kawasan IMIP.
Sungai tersebut menjadi satu-satunya sumber air bersih bagi masyarakat setempat.
“Kami sangat menyayangkan pemerintah yang sampai hari ini menutup mata terhadap penggunaan sungai induk oleh perusahaan, padahal itu sumber air utama masyarakat lokal,” tegasnya.
Dalam bidang ketenagakerjaan, Asrar menyebut masyarakat lokal, khususnya di Kecamatan Bahodopi, masih kesulitan mengakses lapangan kerja di kawasan industri.
“Masyarakat Morowali itu kesulitan masuk kerja di IMIP. Ada ruang kerja, tapi hanya di posisi ecek-ecek seperti tukang sapu. Padahal kami ini masyarakat terdampak langsung,” katanya.
Aksi mahasiswa diinisiasi oleh Mahasiswa dari Kecamatan Bahodopi dan didukung sejumlah organisasi, di antaranya HMI Komisariat FISIP serta Paguyuban Se-Kabupaten Morowali.
Dalam tuntutannya, Forum Mahasiswa Morowali Menggugat mendesak pemerintah provinsi memasukkan Morowali dalam proyek multiyears periode 2026–2028.
“Kami berharap proyek multiyears itu harus diberikan ke Morowali. Infrastruktur, khususnya jalan, sudah sangat mendesak,” ujar Asrar.
Mahasiswa juga mendesak pemerintah segera menuntaskan Perda CSR serta memastikan program pemberdayaan masyarakat fokus pada wilayah ring satu atau wilayah terdampak langsung, terutama Kecamatan Bahodopi.
Selain itu, mereka meminta keterbukaan terkait rencana pascatambang dan kewajiban reklamasi perusahaan.
“Ketika industri masuk pasti ada perjanjian soal perbaikan pascaindustri. Sampai hari ini tidak ada keterbukaan. Kami tidak tahu Morowali mau dibawa ke mana setelah tambang selesai,” tutup Asrar. (NAS)






