PALU – Polda Sulawesi Tengah, terus menelusuri dugaan korupsi dana program penurunan stunting melalui skema Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Tadulako (Untad), yang berlangsung pada 2021 hingga 2023.
Kasus tersebut berawal dari kerja sama antara BKKBN Sulteng dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Untad, yang diduga tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan masyarakat.
Kasubbid Penmas Polda Sulteng, AKBP Sugeng Lestari mengungkapkan, pihaknya masih berkoordinasi dengan penyidik Tipikor untuk memantau perkembangan penyelidikan.
“Kurang direspon kalau kami tanya tentang kasus korupsi dengan Subdit Tipikor,” ujar Sugeng saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Rabu (13/8/2025).
Koordinator Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulteng, Abd. Salam Adam menegaskan, pihaknya masih mengumpulkan data sebelum memberi keterangan rinci.
“Saat ini KRAK Sulteng sedang mengumpulkan bahan dan keterangan serta melakukan pendalaman terkait regulasi. Hasil LHP nantinya akan diberikan kepada aparat penegak hukum untuk menguatkan pembuktian,” jelasnya melalui pesan WhatsApp, Rabu, (13/8/2025).
Berdasarkan surat resmi Ditreskrimsus Polda Sulteng bernomor B/656/VII/2023/Ditreskrimsus, penyidik meminta dokumen kerja sama BKKBN Sulteng–Untad tahun 2021 di Kabupaten Donggala dan tahun 2022 di Kabupaten Sigi. Fokus penyelidikan mengarah pada dugaan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Program tersebut melibatkan dosen senior Untad, Prof. Dr. Rosmala Nur, dan Dr. Muhammad Rusydi, M.Si, yang kini menjabat Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan.
Kegiatan tersebut diduga mengalokasikan porsi anggaran lebih besar untuk birokrasi ketimbang intervensi gizi langsung.
Dari anggaran Rp150 juta, kurang dari 15 persen digunakan untuk pengadaan telur, susu, dan kebutuhan gizi lainnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Dr. Muhammad Rusydi belum memberikan tanggapan meski telah dihubungi berkali-kali melalui pesan WhatsApp.(nas)