Kabar68.Palu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah menilai tewasnya seorang sopir truk berinisial HM akibat tertimbun longsor di area Pertambangan Rakyat Poboya, Palu, pada Kamis (9/10), bukan sekadar kecelakaan kerja, melainkan cermin dari kegagalan negara menjamin hak atas keselamatan warganya.
Kepala Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Livand Breemer, menyebut tragedi berulang di Poboya sebagai “luka lama yang tak kunjung sembuh”. Ia menegaskan perlunya langkah tegas dan terbuka dari aparat serta keseriusan pemerintah daerah dalam menangani akar persoalan tambang rakyat yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
“Peristiwa ini bukan kecelakaan biasa, tetapi bukti bahwa negara gagal melindungi hak atas keselamatan warga. Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak boleh lagi bersikap reaktif, mereka harus bertindak tegas, terstruktur, dan transparan,” kata Livand, Senin (13/10/2025).
Komnas HAM mendesak Polda Sulawesi Tengah dan Polresta Palu melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap insiden yang menewaskan HM.
“Kami menuntut investigasi yang tuntas dan terbuka. Hasilnya harus diumumkan secara transparan kepada publik agar tidak ada lagi dugaan backing atau pembiaran oleh oknum aparat,” ujarnya.
Selain itu, Livand menyoroti lemahnya peran pemerintah daerah dalam menuntaskan persoalan di Poboya. Ia menilai Pemkot Palu dan Pemprov Sulteng selama ini hanya menanggapi setiap kejadian tanpa menyentuh akar masalah.
“Pemerintah harus memimpin solusi yang komprehensif. Jangan hanya menunggu korban baru bertindak,” tegasnya.
Komnas HAM juga mendesak Pemda untuk memperbaiki tata kelola pertambangan rakyat di Poboya melalui rencana rehabilitasi lingkungan dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat.
“Masyarakat Poboya berhak atas mata pencaharian yang aman dan legal. Pemerintah wajib memastikan hal itu,” tambah Livand.
Ia menegaskan, Komnas HAM Sulteng akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka diri terhadap laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia akibat lambatnya penanganan oleh pihak berwenang.
“Kasus seperti ini tidak boleh lagi dianggap wajar. Negara harus hadir sepenuhnya untuk menjamin keselamatan warga,” pungkas Livand.(NAS)






