Kabar68.Banggai – Proses mediasi dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum antara penggugat Moh. Rahmad Fachri Agama (nasabah) melawan tergugat PT Bank BRI Luwuk, dengan register perkara No. 81/Pdt.G/2025/PN.Lwk, resmi dinyatakan gagal alias tidak mencapai kesepakatan.
Sebelumnya, telah berlangsung agenda pembacaan gugatan pada Senin (20/10), dan akan dilanjutkan dengan sidang pada Senin (27/10). “Kami meminta agar Pimpinan Cabang Bank BRI Luwuk, Said Salmin, dihadirkan dalam persidangan nanti di PN Luwuk,” tegas Kuasa Hukum penggugat, Martono Djibran, S.H., kepada Radar Sulteng di Luwuk.
Tawaran Ganti Rugi BRI Dinilai Melecehkan

Martono mengatakan, dalam perkara mediasi di PN Luwuk, dari tuntutan ganti rugi sebesar Rp750 juta, Bank BRI hanya menyanggupi Rp50 juta sebagai pemberian ganti rugi atas kasus hilangnya berkas jaminan kredit nasabah yang dinyatakan telah lunas, dan fasilitas kredit dengan bunga rendah.
“Tawaran pihak BRI dinilai jauh dari layak dan tidak sebanding dengan kerugian materiel dan imateriel yang dialami atau diderita oleh klien, akibat mereka hilangkan berkas jaminan kredit, berupa SK 80%, 100%, Kartu Taspen, dan Kartu Pegawai,” tandas Martono.
Menurutnya, tawaran ganti rugi Rp50 juta yang dilakukan Bank BRI dan fasilitas kredit dengan bunga rendah merupakan bentuk menyepelekan atas kelalaian yang mereka lakukan. “Ini bukan sekadar soal nominal uang, melainkan soal hak seseorang yang telah melunasi kewajibannya,” pinta Martono.
Di sisi lain, katanya, Bank BRI Luwuk sebagai lembaga BUMN, memiliki kewajiban fiduciary duty atau tanggung jawab penuh terhadap dokumen jaminan kredit nasabah, karena hilangnya dokumen tersebut terjadi di dalam lingkungan kantor BRI, sehingga menjadi tanggung jawab penuh manajemen bank.
Hal ini juga diatur dalam Pasal 1702 KUHPerdata, bahwa si penerima titipan wajib mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaan semula. “Ketika kredit telah dilunasi, maka secara hukum Bank BRI wajib mengembalikan dokumen jaminan tersebut. Namun yang terjadi, pihak Bank BRI berdalih dokumen itu tercecer atau hilang. Hal ini jelas bentuk kelalaian petugas bank itu sendiri,” ujar Martono.
Berpotensi Pidana
Bank BRI Cabang Luwuk yang telah menghilangkan dokumen jaminan kredit nasabah a.n. Moh. Rahmad Fachri Agama, berupa SK Pegawai dan dokumen lainnya, dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan KUHP (penggelapan dan penipuan) dan UU Perbankan, terutama jika ada unsur kesengajaan.
“Potensi pidana jelas. Pasal 372 KUHP (penggelapan), jika ada unsur kesengajaan untuk tidak mengembalikan dokumen jaminan yang secara sah berada dalam penguasaan Bank, atau oknumnya. Kemudian, Pasal 378 KUHP (penipuan), yaitu jika Bank melakukan perbuatan yang dengan maksud menipu nasabah agar memberikan jaminan, dan hilangnya dokumen jaminan kredit merupakan akibat dari penipuan tersebut,” pinta Martono.
Selain itu, dasar hukumnya bisa dikenakan Pasal 406 KUHP, yakni barang siapa dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Kemudian, Pasal 55 dan 56 KUHP, jika penghilangan dilakukan oleh oknum tertentu, tetap dengan sepengetahuan pimpinan Bank, maka pihak pimpinan juga dapat dipidana sebagai turut serta (mendeplenger) atau pembiaran (medeplichtige).
Begitupun halnya dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Di situ dinyatakan bahwa, menghilangkan dokumen jaminan tersebut merupakan bagian dari kelalaian Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dan tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan, maka Bank dapat dikenakan sanksi pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun, serta denda mulai dari Rp5 miliar hingga Rp100 miliar. (*MT)






