PALU – Kantor Bea Cukai Pantoloan terus mengintensifkan Operasi Gurita, sebuah program khusus yang difokuskan untuk memberantas peredaran rokok ilegal di wilayah Sulawesi Tengah, dan sebagian Sulawesi Barat. Operasi tersebut mencakup tujuh kabupaten/kota yakni, Kota Palu, Donggala, Sigi, Parigi Moutong, Tolitoli, Buol, dan Pasangkayu.
“Sekarang kami sedang menggalakkan operasi yang kami namakan Operasi Gurita. Fokusnya adalah pemberantasan rokok ilegal atau yang biasa teman-teman sebut rokok polos,” ujar Kepala Kantor Bea Cukai Pantoloan, Krisna Wardana, yang di hubungi via telepon WhatsApp, Senin (4/8/2025).
Krisna menjelaskan, rokok polos merupakan rokok tanpa pita cukai yang beredar secara ilegal. Mayoritas rokok tersebut berasal dari dalam negeri, khususnya dari Jawa Timur.
“Paling banyak datang dari daerah Jawa Timur. Kita tahu Surabaya, Kediri, Madura, Malang itu memang pusat pabrik rokok di Indonesia. Sayangnya, masih saja ada yang memproduksi tanpa pita untuk meraih keuntungan lebih,” jelasnya.
Terkait sanksi bagi pelaku, Krisna mengatakan, pelanggar akan dikenai denda administratif sesuai ketentuan dalam undang-undang kepabeanan dan cukai.
“Biasanya mereka dikenakan sanksi administratif, yakni membayar denda sebesar tiga kali nilai cukai yang terutang. Ini bentuk pendekatan ultimum remedium, jadi mereka diberi kesempatan untuk menyelesaikannya secara administratif sebelum dijerat pidana,” terangnya.
Menurutnya, penjualan rokok tanpa pita seharusnya dikenai sanksi pidana. Namun mekanisme ultimum remedium yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja memungkinkan pelaku membayar denda agar tidak langsung diproses hukum.
Kata dia, operasi tersebut lebih dari sekadar penindakan, karena Operasi Gurita menjadi momentum edukasi publik.
Untuk Krisna mengimbau masyarakat agar tidak membeli rokok tanpa pita cukai karena dampaknya luas, baik secara kesehatan maupun penerimaan negara.
“Masyarakat harus tahu, rokok yang tidak berpita tidak terkontrol kualitasnya, dan tentu tidak menyumbang penerimaan negara. Rokok legal yang berpita itu kan harganya sekitar Rp25 ribu, sementara yang ilegal bisa dijual hanya Rp10 ribu sampai Rp12 ribu. Itu jelas merugikan negara,” tegas Krisna.
Dirinya berharap masyarakat turut berperan aktif mendukung pemberantasan rokok ilegal dengan lebih selektif dalam membeli produk tembakau.
“Dengan membayar cukai, masyarakat secara langsung ikut membantu keuangan negara. Ini penting untuk pembangunan dan pelayanan publik,” tutupnya.(NAS)