back to top
Rabu, 1 Oktober 2025
BerandaPALUBea Cukai Luwuk Dikritik! Proses Cepat di Tempat untuk...

Bea Cukai Luwuk Dikritik! Proses Cepat di Tempat untuk Kasus Rokok Ilegal, Pidana Diabaikan?

Kabar68.Banggai – Penindakan yang dilakukan oleh Petugas Bea dan Cukai Luwuk terhadap tiga terduga pelaku penampung dan pengedar rokok ilegal di Kecamatan Bunta, Banggai, dinilai tidak prosedural dan mengabaikan efek jera. Praktisi hukum dan sumber anonim menyoroti proses penyelesaian di tempat yang hanya mengenakan denda administratif, tanpa memproses pidana.

Tiga pelaku yang diidentifikasi sebagai “M” (49), “Y” (19), dan “E” (44) ditangkap karena menampung dan mengedarkan rokok ilegal. Sebelumnya, penindakan ini dilansir oleh Radar Sulteng pada 15 September 2025 dengan judul “Bea Cukai Sita Rokok Ilegal di Bunta”.

Penindakan di Tempat dan Isu Efek Jera

Salah seorang praktisi hukum di Banggai, Hendrayadi Sinadja, mengkritik keras cara Bea Cukai Luwuk memproses kasus ini. Menurut Hendra, penyitaan barang bukti seharusnya diikuti dengan proses pidana.

“Mereka menyita barang bukti dan menyelesaikan denda administratif di tempat. Kalau ada penyitaan barang bukti, harus ada proses pidananya. Kalau tidak ada proses pidana terhadap pelaku, kapan ada efek jeranya, ini kan aneh,” tegas Hendra.

Informasi yang dihimpun Radar Sulteng menyebutkan petugas Bea Cukai melakukan pemeriksaan, wawancara, dan bahkan transaksi pembayaran denda langsung di lokasi penindakan. Proses ini dinilai bertentangan dengan amanat Peraturan Kementerian Keuangan No. 237/PMK.04/2022 yang mengatur tata cara penyelesaian perkara tanpa penyidikan. Secara prosedural, petugas Bea Cukai seharusnya membawa pelaku ke Kantor Bea Cukai untuk pemeriksaan dan wawancara.

Potensi Pidana Diabaikan?

Pasal 54 UU Cukai dengan jelas menyatakan bahwa setiap orang yang menjual atau menyediakan rokok tanpa dilekati pita cukai atau tanpa tanda pelunasan cukai lainnya dapat dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta/atau denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Dalam penindakan di Bunta, petugas Bea Cukai menyita 53.000 batang rokok ilegal merek Marthel Bold dari Mely dengan total denda Rp 119.420.000, serta 7.600 batang dari Eva dengan denda Rp 11.009.000. Sementara itu, Yudi berperan sebagai pengedar.

Sumber anonim di Bunta menilai tindakan ini sebagai bentuk pelanggaran prosedur. Menurutnya, petugas Bea Cukai Luwuk tidak memiliki kewajiban untuk memproses pelaku di luar kantor.

Lebih lanjut, sumber tersebut menjelaskan bahwa penyelesaian dengan membayar denda sesuai UU Harmonisasi Perpajakan (UU No. 7 Tahun 2021) hanya berlaku untuk jenis rokok polos atau pita cukai salah peruntukan (misalnya, pita tertulis 16 batang namun rokoknya isi 20 batang). Rokok Marthel Bold yang disita terindikasi memiliki pita cukai bekas atau salah personalisasi karena tidak memiliki kode nama perusahaan.

“Seharusnya, rokok ini tidak masuk dalam skema bayar denda 3 kali cukai. Kalau yang tidak ada pita cukainya baru itu yang bisa kena denda 3 kali cukai,” jelas sumber tersebut.

Bea Cukai Prioritaskan Penerimaan Negara

Iwan Hartawan, Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan (Humas) Kantor Bea Cukai Luwuk, akhirnya angkat bicara, menyatakan bahwa Bea Cukai mengutamakan penerimaan negara ketimbang proses pidana. Ia menjelaskan mekanisme penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sejalan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) untuk merestorasi kerugian keuangan negara.

“Proses pemberlakuan denda administratif kepada pelaku itu sudah merupakan bagian dari proses hukum. Penegakan hukum di bidang cukai menggunakan teori restorative justice untuk merestorasi kerugian keuangan negara,” ujar Iwan.

Mengenai transaksi di tempat, Iwan mengklarifikasi bahwa itu adalah pembayaran denda yang dibolehkan setelah dilakukan perhitungan dan mendapat persetujuan dari yang bersangkutan. Pelaku membuat surat permohonan agar tidak dilakukan penyidikan.

“Dalam penindakan petugas Bea Cukai di lapangan, semangatnya adalah denda administratif. Kalau pidana penjara, negara malah rugi membiayainya. Kalau mereka membayar denda, ada pemasukan buat negara,” tegas Iwan.

Ia menambahkan, jika pelaku tidak bersedia membayar denda, barulah proses penyidikan akan dilakukan, yang dapat berujung pada penahanan dan proses pengadilan. Dengan membayar denda, kasus dianggap putus dan merupakan vonis tanpa harus dipenjara, di mana pidana diganti dengan denda.

Meski demikian, pertanyaan tentang fungsi PPNS Bea Cukai Luwuk, Ricki Ronald Michel Rumbewas, mencuat karena belum pernah ada kasus yang sampai ke tahap penyidikan, padahal nilai penindakan mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses pidana diabaikan demi membebaskan pelaku, yang berpotensi mengulangi perbuatannya. (MIT)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Kejati Sulteng Digugat Praperadilan

0
Kabar68.Palu — Pegiat anti-korupsi, Jeppi, bersama Advokat M. Fadlan dari Firma Hukum Jure & Partners resmi mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palu, Senin...

TERPOPULER >