back to top
Minggu, 26 Oktober 2025
BerandaINDONESIAAksi Demonstrasi Dikooptasi Elit, Aktivis Rakyat Ungkap Kekecewaan Mendalam

Aksi Demonstrasi Dikooptasi Elit, Aktivis Rakyat Ungkap Kekecewaan Mendalam

Kabar68 Palu Aksi unjuk rasa 1 September di Kota Palu menuai kritik dari aktivis gerakan rakyat. Mereka menilai aksi yang semestinya menjadi ruang perlawanan justru dikooptasi oleh elit politik daerah.

Koordinator Ruang Setara (Rasera Project), Aulia Hakim, menyebut aksi tersebut membingungkan dan tidak substansial. Menurutnya, esensi perjuangan rakyat tereduksi menjadi panggung politik yang hanya mempertontonkan kompromi kosong.

“Ketika amarah rakyat seperti ini kemudian dimodernisasi oleh elit, substansi perjuangannya tidak melahirkan solusi,” kata Aulia, Senin (1/9).

Ia mengingatkan publik agar belajar dari sejarah aksi-aksi besardi Sulteng, seperti penolakan Omnibus Law, KUHP, hingga RUU TNI. Semua gelombang protes itu, tegasnya, tidak pernah diakomodir oleh parlemen.

“Tidak ada yang bisa menjamin transparansi. Bahkan tujuh atau delapan wakil rakyat Sulteng di Senayan sampai hari ini tidak menunjukkan keberpihakan terhadap tuntutan rakyat,” ucapnya.

“Artinya, tidak ada harapan dari jalur itu.” tambah dia.

Nada serupa disampaikan Stevi Papuling, Koordinator Perempuan Mahardhika Palu. Ia mengaku kecewa dengan jalannya aksi yang menurutnya penuh kendali elit.

“Panggung tadi dikontrol sama elit, sama orang-orang yang justru mengatur pembangunan di Sulteng. Sudah muak saya dengan janji-janji itu,” tegas Stevi. Menurutnya, legislatif seharusnya mengambil langkah konkret terhadap industri tambang yang berkontribusi pada bencana lingkungan.

“Harusnya mereka menemui pemilik perusahaan tambang dan memberi sanksi tegas. Faktanya, dua minggu terakhir kita lihat banjir di Tondo dan Morowali, dampaknya jelas dari tambang di atas,” ujarnya.

Menurut Stevi, tuntutan rakyat seringkali dikesampingkan, terutama isu-isu perempuan. “Belajar dari aksi Omnibus Law dan RUU TNI, tidak ada satu pun tuntutan yang berpihak ke rakyat. Apalagi soal perempuan, sangat jarang mereka fokus pada isu itu,” katanya.

Ia juga menyayangkan minimnya solidaritas dalam aksi terhadap represi yang dialami massa di daerah lain, seperti intimidasi aparat terhadap perempuan di Monokwari.

“Harusnya ruang aksi ini juga menyuarakan kekerasan negara yang terjadi, seperti di Monokwari di mana perempuan mendapatkan intimidasi aparat. Tapi itu tidak diberikan kesempatan,” ujarnya.

Meski kecewa, baik Rasera Project maupun Perempuan Mahardhika memastikan akan terus melanjutkan perlawanan. “Kami akan melakukan aksi damai sebagai respon tanpa tendensi perusakan fasilitas. Ini penting untuk menyuarakan terus isu-isu yang menjadi tuntutan rakyat yang kemudian bisa direalisasikan oleh pemangku kebijakan” tegas Aulia

Sementara Stevi menyebut pihaknya juga akan menyoroti persoalan pekerja perempuan di sektor informal. “Banyak perempuan di Palu yang tidak mendapat upah layak, bahkan di bawah UMR. Pajak naik, upah turun, itu tidak adil. Rakyat harus mencari cara sendiri untuk bertahan hidup,” tutupnya.(nas)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

IDI Sulteng Gelar Operasi Katarak Gratis, Wujud Nyata Dedikasi Dokter untuk...

0
Kabar68.Donggala — Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke-75 sekaligus sebagai bagian dari rangkaian Musyawarah Wilayah, IDI Wilayah Sulawesi Tengah...

TERPOPULER >