back to top
Senin, 29 Desember 2025
BerandaDAERAHTolak Ganti Rugi, Pemilik Lahan Polisikan PT ATN

Tolak Ganti Rugi, Pemilik Lahan Polisikan PT ATN

BANGGAI – H. Daniel Reppy, S.IP (69) pemilik lahan seluas 10 Ha, bersih keras tidak mau ganti rugi atas lahannya. Timbulnya permasalahan ini, berakar dari adanya dugaan penyerobotan lahan dan kekhawatiran dampak lingkungan dari aktivitas kegiatan tambang nikel PT. Anugerah Tompira Nikel (ATN). Kini, lokasi tersebut sedang dalam sengketa, dan berujung proses hukum.

Akibatnya, PT. ATN tengah menghadapi permasalahan serius dan mengalami hambatan operasional perusahaan bahkan tidak ada aktivitas sama sekali dilokasi tambang Desa Ranga-Ranga Kec. Masama, karena lokasi 10 ha sedang terpasang garis police line oleh tim Tindak Pidana Tetentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Sulteng.

“Lokasi 10 ha itu milik orang tua kami. Dokumen kepemilikannya lengkap. Lokasi tersebut, kami tidak mau diganti rugi atau dijual. Lokasi 10 ha itu akan diolah kembali mau dijadikan lokasi perkebunan dan akan ditanami, agar tidak terjadi pencemaran lingkungan seperti banjir, yang terjadi di daerah Sumatera Utara, Padang dan Medan. Silahkan PT ATN melakukan aktivitas penambangan diluar lokasi tersebut,” tandas Ronald Reppy, putra sulung dari H. Daniel Reppy, kepada Radar Sulteng, di Luwuk, Minggu (28/12).

RONALD REPPY

Menurutnya, sengketa lahan ini muncul ketika perusahaan tambang PT ATN melakukan operasional penambangan diatas lahan seluas 10 ha milik orang tua kami, tanpa proses pelepasan hak yang sah dan tuntas. Hal ini disebabkan, akibat dari kurangnya transparansi dalam inventarisasi lahan-lahan milik warga dan pengukuran luas lokasi sehingga menimbulkan kecurigaan dan penolakan warga, baik dari pihak perusahaan maupun pemerintah setempat.

“Pihak perusahaan sudah menemui kami, namun kami sama sekali tidak menjual lokasi ataupun diganti rugi dalam bentuk apapun. Kami tetap pada pendirian bahwa lokasi 10 ha akan dijadikan lahan perkebunan. Kami khawatir aktivitas tambang akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengganggu lahan pertanian dan perkebunan, yang merupakan mata pencaharian utama orang tua kami sejak dulu,” jelas Ronald Reppy selaku ahli waris pemilik lahan yang juga menjabat Lurah Karaton.

Sementara itu, Kasubdit 4 Tipidter Polda Sulteng, Kompol Karel Paeh, yang dikonfirmasi Radar Sulteng, membenarkan bahwa kasus ini prosesnya sementara berjalan. Keduanya, baik pelapor dan terlapor sudah dipanggil dan dimintai keterangan di Polda.

“Tim penyidik tipidter sedang dalam penyelidikan. Proses lidik sedang berjalan. Kendati demikian, ada upaya pihak yang berkepentingan sedang membangun komunikasi dengan mengedepankan win-win solution. Kami sedang menunggu hasil kedua belah pihak tersebut seperti apa hasil dari mereka, intinya proses hukum tetap berjalan,” ujar Kompol Karel Pae, kepada Radar Sulteng, via telpon, Minggu (28/12).

NIHIL PRODUKSI

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun Radar Sulteng, PT. ATN mengantongi IUP operasi produksi seluas 1.240 ha, hal ini berdasarkan keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang ditandatangani Bahlil Lahadalia, tertanggal 28 Januari 2022.

Selain itu, Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, Tri Winarno dalam suratnya no.T.895/MB.04/DJB.M/2024, tanggal 14 Mei 2024 telah memberikan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada PT. ATN, selama tiga tahun, yakni sejak tahun 2024 s/d 2026, namun hingga saat ini, dua tahun berturut-turut (2024-2025) terindikasi nihil produksi. Pernah ada aktivitas penambangan dilokasi IUP, namun sama sekali tidak ada pengapalan.

Berdasarkan hasil evaluasi atas dokumen serta perbaikan dokumen RKAB tahun 2024 s/d 2026 dimaksud dapat disetujui oleh Kementrian ESDM dengan ketentuan sebagai berikut, jumlah produksi bijih nikel tahun 2024 sebesar 800.000 ton, tahun 2025 jumlah produksi biji nikel 800 ton dan tahun 2026 produksi biji nikel berjumlah 600.000 ton.

Menanggapi hal tersebut, aktivis tambang di Sulteng, Asrudin Rongka, menegaskan jika PT. ATN tidak melakukan produksi sesuai yang tertuang dalam RKAB selama dua tahun berturut-turut otomatis sanksi adminitratif berat hingga pencabutan IUP akan mengintai PT. ATN.

“Tidak ada alasan Kementerian ESDM, untuk tidak menindak tegas dan segera memberikan sanksi bagi perusahaan tambang yang sama sekali tidak melakukan produksi selama dua  tahun berurut-turut sesuai perintah dalam RKAB. Kami akan buat surat resmi laporkan perusahaan yang bersangkutan di Kementerian ESDM,” pinta Asrudin kepada Radar Sulteng via telpon selulernya.

Lanjut Asrudin, ketentuan ini telah diatur dalam regulasi pertambangan, termasuk UU No.4 tahun 2009, yang telah diubah dengan UU No.3 tahun 2020, serta peraturan pelaksana, yakni Permen ESDM terkait penyusunan RKAB.

“Tujuan dari sanksi-sanksi dimaksud, guna memastikan bagi setiap perusahaan pemegang IUP, wajib mematuhi komitmen produksi, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya Minerba, dan mencegah terlantarnya wilayah pettambangan,” jelas Asrudin.(MT).

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Potret Buram Jalan Kota Donggala

0
Anggaran Miliaran Hasil Amburadul Donggala — Proyek Peningkatan Jalan dalam Kota Donggala yang dikerjakan PT Konstruksi Abaddi Mandiri terkesan amburadul dan dikerjakan asal jadi. Hingga...

TERPOPULER >