back to top
Senin, 29 Desember 2025
BerandaDAERAHPHI Sulteng Dorong Integrasi Pertanian dan Kelautan di Parimo

PHI Sulteng Dorong Integrasi Pertanian dan Kelautan di Parimo

PARIMO – Sekretaris Wilayah Partai Hijau Indonesia (PHI) Sulawesi Tengah, Yogi, menegaskan bahwa industri berbasis agromaritim merupakan jalan utama untuk mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan di Kabupaten Parigi Moutong. Menurutnya, kekayaan hayati yang dimiliki daerah ini—mulai dari pertanian, peternakan hingga sumber daya kelautan—harus menjadi fondasi kebijakan ekonomi daerah.

“Sejak dari Maleali sampai Sausu, masyarakat Parigi Moutong hidup dari bertani, beternak, dan mengolah hasil laut secara turun-temurun. Pola hidup inilah yang menjadi alasan fundamental kenapa pembangunan berbasis agromaritim harus menjadi prioritas,” ujar Yogi melalui sambungan telepon WhatsApp pada Jumat, (26/12/2025)

Yogi menilai hadirnya regulasi daerah seperti Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menunjukkan arah kebijakan yang sudah selaras dengan pembangunan agromaritim. Peraturan tersebut menetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan mencapai 65.135,20 hektare—yang terdiri dari 27.089,28 hektare LP2B serta 38.045,20 hektare LCP2B—sebagai upaya menjaga keberlanjutan ruang produksi pangan masyarakat.

“Jika pemerintah serius menjadikan sektor ini sebagai penopang utama, maka integrasi pertanian, peternakan dan kelautan perlu diwujudkan melalui kehadiran industri agromaritim. Mata rantai ekonomi harus memperkuat kesejahteraan rakyat, bukan mereduksi ruang hidup mereka,” tegasnya.

Yogi menyebut Teluk Tomini sebagai bentang strategis agromaritim di Sulawesi dan Indonesia. Teluk yang membentang di tiga provinsi dan mencakup 14 kabupaten/kota ini memiliki luas perairan mencapai 137.700 km² dengan potensi tangkap ikan diperbolehkan hingga 994.024 ton per tahun. Namun, pemanfaatannya baru sekitar 378.297 ton.

“Potensi ini luar biasa, tetapi nelayan kecil semakin sulit bersaing. Kebijakan nasional perikanan terukur justru membuat akses mereka makin terpinggirkan,” kata Yogi.

Ia mengingatkan bahwa lanskap ekologis Teluk Tomini juga berada dalam ancaman serius. Pembukaan tambak menyebabkan penurunan luas mangrove dari 27.672 hektare (1988) menjadi sekitar 10.321 hektare (2020). Sementara itu, ekspansi pertambangan nikel dan perkebunan kelapa sawit turut memicu degradasi ekologis, termasuk kerusakan terumbu karang dan penyusutan hutan alam.

Parigi Moutong disebut sebagai wilayah paling terdampak karena garis pantainya langsung berbatasan dengan Teluk Tomini. Yogi menilai arah kebijakan pemerintah daerah yang menetapkan sejumlah wilayah sebagai zona pertambangan memperbesar tekanan ekologis bagi masyarakat pesisir dan petani.

“Logika pembangunan yang hanya mengejar industri ekstraktif adalah sesat pikir. Parigi Moutong sudah punya modal sosial dan ekologis untuk menjadi pusat agromaritim, tapi justru ruang hidup rakyat terancam oleh izin tambang dan konsesi skala besar,” ujar Yogi.

Yogi menegaskan sektor agromaritim terbukti menjadi penopang ekonomi nasional saat krisis, terutama pada masa pandemi COVID-19. Karena itu, ia menilai pembangunan berbasis agromaritim bukan sekadar pilihan, tetapi keharusan untuk menciptakan ekonomi sirkular, melindungi biodiversitas, sekaligus memperkuat kesejahteraan masyarakat.

“Kalau kita ingin rakyat sejahtera, jawabannya bukan tambang. Jawabannya ada pada industri yang membangun dari apa yang sudah dimiliki rakyat: tanah, laut, dan pengetahuan turun-temurun mereka,” pungkasnya. (NAS)

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Potret Buram Jalan Kota Donggala

0
Anggaran Miliaran Hasil Amburadul Donggala — Proyek Peningkatan Jalan dalam Kota Donggala yang dikerjakan PT Konstruksi Abaddi Mandiri terkesan amburadul dan dikerjakan asal jadi. Hingga...

TERPOPULER >