PALU — Yayasan Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST) bekerja sama dengan Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia menggelar Pelatihan Remaja Pengelola Posko Informasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) di Kota Palu, Sabtu (21/12/2025).
Sebanyak 30 remaja mengikuti pelatihan ini. Mereka merupakan perwakilan dari 15 desa di Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong, wilayah dampingan Program CERAH (Perempuan Cakap dalam Menjaga Dampak Perubahan Iklim).
Pelatihan tersebut membekali remaja dengan pengetahuan dan keterampilan mengelola posko informasi pencegahan KtPA di tingkat desa. Peserta mempelajari deteksi dini kekerasan, pencegahan perkawinan anak, hingga pemberian dukungan awal bagi korban secara aman dan beretika.
Ketua KPKP-ST, Soraya Sultan, menegaskan bahwa pelibatan remaja merupakan strategi jangka panjang untuk memperkuat pencegahan kekerasan berbasis komunitas.
“Remaja kami posisikan sebagai pelopor dan agen perubahan di desa. Mereka perlu dibekali kemampuan mendeteksi dini, mencegah kekerasan, serta memberi dukungan awal kepada korban dengan pendekatan yang aman dan berperspektif hak asasi manusia,” ujar Soraya.
Selain isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, pelatihan ini juga menyoroti meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) seiring masifnya penggunaan ruang digital. Peserta diajak mengenali berbagai bentuk kekerasan, mulai dari perundungan siber, kekerasan dalam pacaran, hingga pelecehan seksual di ruang daring.
Selama tiga hari, remaja mengikuti diskusi dan praktik pengelolaan posko informasi yang ramah perempuan dan anak, komunikasi sensitif gender dan usia, serta pengenalan tanda-tanda kekerasan fisik, emosional, dan perilaku.
Isu krisis iklim turut menjadi materi penting dalam pelatihan. Peserta diajak memahami keterkaitan dampak perubahan iklim dengan meningkatnya kerentanan sosial perempuan dan anak, termasuk risiko kekerasan dan persoalan kesehatan reproduksi.
Salah satu pemateri, Noval A. Saputra, menekankan bahwa peran remaja di posko informasi bukan sebagai penegak hukum.
“Remaja berperan sebagai pendengar awal, penyampai informasi, dan penghubung korban dengan layanan pendampingan. Mereka harus hadir dengan empati, tidak menghakimi, dan memahami alur rujukan yang tepat,” kata Noval.
Menurutnya, remaja sering menjadi pihak pertama yang mengetahui adanya tanda-tanda kekerasan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun pergaulan, sehingga membutuhkan perspektif gender dan hak asasi manusia yang kuat.
Melalui pelatihan ini, KPKP-ST dan IPAS Indonesia berharap Posko Informasi dan Pencegahan KtPA yang dikelola remaja dapat berjalan berkelanjutan. Upaya tersebut diharapkan memperkuat perlindungan perempuan dan anak sekaligus membangun komunitas desa yang aman, inklusif, dan tangguh menghadapi tantangan krisis iklim dan ruang digital. (NAS).






