Partai Hijau Soroti Otoritas dan Krisis Ekologis
PALU — Penebangan pohon di depan Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, memicu polemik dan gelombang kritik publik di berbagai kanal media sosial. Namun, Partai Hijau Sulawesi Tengah menilai persoalan ini tidak cukup dibaca dari sudut pandang moral semata, melainkan harus ditempatkan dalam kerangka relasi manusia dan alam serta otoritas kebijakan yang melatarinya.
Ketua Partai Hijau Sulteng, Aulia Hakim, menegaskan bahwa perdebatan publik semestinya bergerak lebih substantif. Menurutnya, daya dukung pohon bagi kota yang terus berkembang seperti Palu memang penting, tetapi inti persoalan bukan pada siapa yang menebang.
“Polemik yang ramai di publik ini seharusnya dilihat dari sisi yang lebih serius. Daya dukung pohon terhadap pembangunan kota memang penting, tapi problemnya bukan pada siapa yang menebang, melainkan otoritas mana yang memerintahkan itu,” kata Aulia, Sabtu, (20/12/2025).
Aulia menilai kemarahan publik atas penebangan satu pohon mudah meledak, tetapi perhatian terhadap persoalan ekologis yang lebih mendasar justru sering terabaikan. Ia menyinggung konversi lahan dan deforestasi yang, menurutnya, belum menjadi fokus serius Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Ia merujuk data Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah yang mencatat luas lahan kritis di daerah ini mencapai 373.443 hektare. Luasan itu terdiri dari 212.960 hektare di dalam kawasan hutan dan 160.483 hektare di luar kawasan hutan. Angka tersebut meningkat 9.339 hektare dibandingkan data penetapan nasional tahun 2022.
“Ini bukan hanya soal satu pohon yang ditebang lalu kita marah. Ada problem mendasar lain yang jauh lebih besar, seperti konversi lahan dan deforestasi yang terus bertambah, tetapi tidak mendapat perhatian serius,” ujar Aulia.
Ia juga mendesak Gubernur Sulawesi Tengah agar tidak berhenti pada isu yang kasat mata. Aulia meminta pemerintah provinsi bersikap tegas terhadap pembukaan lahan untuk tambang dan perkebunan sawit yang, menurutnya, telah memicu bencana ekologis di sejumlah wilayah.
“Pembukaan lahan tambang dan sawit yang berdampak banjir di Parigi Moutong dan Morowali harus disikapi serius. Ada persoalan mendesak terkait kerusakan alam dan eksploitasi tenaga kerja di Morowali yang patut mendapat perhatian Pak Gubernur,” tegasnya.
Di sisi lain, Aulia turut mengkritisi sikap Wali Kota Palu yang belum merespons pernyataan Gubernur Sulteng terkait penebangan pohon tersebut. Ia mengingatkan bahwa secara administratif, Rujab Gubernur berada di wilayah Kota Palu.
“Wali Kota Palu jangan diam. Rujab Gubernur itu masuk wilayah Kota Palu. Jangan hanya fokus pada pembangunan fisik dan infrastruktur,” kata Aulia.
Ia menambahkan, Pemerintah Kota Palu perlu lebih serius menangani keluhan warga pesisir yang terdampak aktivitas tambang galian C. Warga, kata dia, menghadapi debu yang mencemari udara, ancaman banjir, hingga potensi longsor.
“Ini bom waktu. Warga pesisir Palu hanya menunggu giliran terjadinya bencana ekologis seperti yang sudah terjadi di Sumatra,” pungkas Aulia. (NAS)






