back to top
Minggu, 14 Desember 2025
BerandaDAERAHPOSOChristian Toibo Dikriminalisasi terkait Aksi Demo

Christian Toibo Dikriminalisasi terkait Aksi Demo

Kabar68.POSO — Penetapan dan penahanan Christian Toibo, warga Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, menuai sorotan tajam dari pegiat lingkungan dan pembela hak atas tanah. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menilai penggunaan Pasal 160 KUHP terhadap Kristian merupakan bentuk kriminalisasi atas perjuangan warga mempertahankan ruang hidup mereka dari klaim Badan Bank Tanah (BBT).

Kasus ini bermula dari aksi damai warga Desa Watutau pada 31 Juli 2024. Setelah hampir setahun melakukan penolakan kehadiran Bank Tanah, sebanyak 12 warga desa dilaporkan dan diproses hukum. Salah satunya, Christian Toibo, ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan Nomor S.TAP/20/VII/RES.1.10/2025/Reskrim tertanggal 14 Juli 2025.

Kampainer WALHI Sulawesi Tengah, Wandi, menyebut proses hukum yang berjalan saat ini janggal dan sarat tekanan.

“Ini pelimpahan kasus dari Polres ke Kejaksaan Negeri Poso. Untuk sementara dilakukan penahanan. Tapi bagi kami, Pak Christian belum terbukti sebagai orang yang memprovokasi atau menjadi dalang,” kata Wandi saat dihubungi, Selasa (9/12/2025).

Menurut Wandi, hingga kini belum ada bukti kuat yang menunjukkan Christian melakukan penghasutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP.

“Seharusnya Pak Christian masih bisa beraktivitas karena proses pengadilan juga belum jalan dan belum ada pembuktian bahwa beliau bersalah,” tegasnya.

WALHI Sulteng bersama Koalisi Kawal Pekurehua dan tim Pengacara Hijau kini menyiapkan langkah hukum untuk melawan proses penahanan tersebut.

“Kami sudah mengirimkan surat ke kejaksaan agar Pak Christian tidak ditahan dan menunggu 20 hari ke depan. Kami juga akan tetap mengikuti proses persidangan untuk melawan Bank Tanah,” ujar Wandi.

Warga Desa Watutau selama puluhan tahun menggantungkan hidup dari pertanian dan perkebunan. Konflik mencuat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 yang memberi kewenangan luas kepada Badan Bank Tanah untuk mengelola tanah eks HGU PT Hasfarm.

Namun, menurut warga dan pendamping hukum, klaim BBT meluas hingga masuk ke lahan yang sejak lama dikelola rakyat. Mereka juga menyoroti pemberian Hak Pengelolaan (HPL) oleh ATR/BPN RI yang dinilai dilakukan tanpa konsultasi publik dan tanpa peninjauan lapangan.

Bagi WALHI, kasus Watutau mencerminkan konflik agraria yang lebih besar.

“Ini bukan sekadar kasus lokal. Saat rakyat mempertahankan tanahnya, justru mereka dikriminalisasi. Negara seharusnya melindungi warganya, bukan memfasilitasi perampasan ruang hidup,” pungkas Wandi. (NAS).

BERITA TERKAIT >

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

BERITA TERKINI >

Warga Desak Aktivitas PETI di Tombi Ampibabo Dihentikan

0
Kabar68.PARIMO — Perwakilan warga Desa Tombi, Kecamatan Ampibabo, mendatangi kantor DPRD Parigi Moutong (Parimo) pada Kamis (11/12/2025) untuk mendesak penghentian aktivitas Pertambangan Tanpa Izin...

TERPOPULER >