Kabar68.PALU – Proses seleksi Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Sulawesi Tengah menuai kekecewaan dari salah seorang peserta, Masita Asdjud terkait dengan penetapan calon anggota terpilih.
Pasalnya, menurut pengakuan Masita meraih nilai tertinggi di berbagai tahapan seleksi, namanya justru terlempar ke urutan ke-11 dari 15 peserta saat pengumuman kelulusan pada 2 Desember lalu.
Masita mengungkapkan, dirinya telah mengikuti seluruh tahapan seleksi KIP, mulai dari ujian CAT, psikotes, wawancara, hingga uji kelayakan. Pada ujian awal, ia meraih nilai 83, kemudian meningkat menjadi 90,44 pada seleksi psikotes, dan 88,4 pada seleksi wawancara. Bahkan, salah seorang anggota tim seleksi (Timsel) sempat menyampaikan bahwa nilai Masita merupakan yang tertinggi di antara peserta lainnya.
”Salah satu Timsel bilang nilai saya tertinggi, salah satu peserta juga sampaikan setelah diakumulasi sebelum uji kelayakan. Sudah ditanyakan kepada panitia juga yang ada di Kominfo, tapi setelah diuji kelayakan nilai saya justru masuk diperingkat kesekian,” ujar Masita saat dikonfirmasi, Selasa malam (2/12).
Menurutnya, Kekecewaannya bukan semata-mata karena tidak ditetapkan sebagai calon terpilih, melainkan lebih pada model kebijakan seleksi yang dinilainya tidak transparan.
Ia menduga, kelulusan lebih ditentukan oleh lobi-lobi anggota dewan, bukan berdasarkan hasil seleksi yang telah dijalani.
”Ini urusan mau lolos tidak lolos yah, kita kembali lagi itu urusan takdir, tapi kalau bagi saya jika seleksinya masih seperti ini modelnya maka mungkin akan lebih baik tidak perlu mengadakan seleksi. Kalau to pada akhirnya yang menentukan kelulusan itu dari anggota dewan. Sudah rahasia umum lagi kalau saat ini semua harus lobi-melobi,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Masita menyarankan agar pemerintah lebih baik melakukan penunjukan langsung jika kelulusan pada akhirnya ditentukan oleh faktor lain di luar hasil seleksi.
Ia juga membeberkan salah satu peserta yang lolos, yang dinilai tidak memenuhi syarat karena pernah menjadi calon legislatif (caleg) pada pemilihan legislatif (Pileg) tahun kemarin. Padahal, salah satu syarat menjadi anggota KIP adalah tidak memiliki keterkaitan dengan partai politik manapun.
”Pada akhirnya bukan orang-orang yang di uji kemampuannya yang lolos, tapi orang-orang yang memang sudah disiapkan untuk harus lolos, yang hanya mengikuti tahapan saja untuk mengugurkan kewajiban saja dalam proses seleksi,” imbuhnya.
Selain itu, Masita juga menilai minimnya keterwakilan perempuan dalam pengawasan pada pengumuman kelulusan KIP. Ia merasa keberatan dengan hasil tes yang menempatkan dirinya di urutan bawah, padahal dirinya memiliki nilai yang tinggi.
”Pada hasil tes saya keberatan ketika nilai saya yang tinggi dan dimasukkan dalam urutan paling bawah, saya bingung apa yang diuji, untuk apa diuji kompetensi, cape-cape belajar kalau hasilnya sudah ada dari awal,” tambahnya.
Masita berharap pemerintah dapat mengevaluasi kembali proses seleksi KIP agar lebih transparan dan akuntabel. Ia menilai, anggaran yang dikeluarkan untuk seleksi akan sia-sia jika kelulusan hanya ditentukan oleh lobi-lobi, bukan berdasarkan kompetensi dan hasil seleksi yang objektif.
Sementara itu, dari tiga tes seleksi yang diumumkan melalui website resmi Pemprov Sulteng dari tes hasil seleksi administrasi, tes potensi, dan tes wawancara, tidak menyebutkan jumlah angka hasil tes tapi hanya keterangan lulus saja.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Sulteng Bartholomeus Tandigala yang dikonfirmasi mengatakan uji kelayakan dan kepatutan anggota DPRD Sulteng telah menetapkan lima calon anggota terpilih dan 10 calon anggota PAW.
5 calon anggota terpilih yaitu, Moh Rezky Lembah, Hary Azis, Indra, Santi Rahmawaty, dan Irfan Deny Pontoh. Sedangkan tim seleksi diketuai oleh Sekertaris daerah Dra. Novalina MM dan anggota Prof. Dr. H. Djayani Nurdin, SE.,M.Si, Prof. Dr. Aminuddin Kasim, S.H., M.H., Dr. Rahmad Arsyad, M.I.Kom, Samrotunnah Ismail.
’Bukannya tidak lulus, tapi harus ada unsur pemerintah di dalamnya,” ujar Bartholomeus saat dikonfirmasi Rabu (3/12) menanggapi soal tanggapan Masita.
Terkait sorotan terhadap salah satu calon anggota terpilih berlatar partai politik, menurut politisi Gerindra ini bahwa yang bersangkutan, tidak menjadi pengurus Partai Politik.
”Dia bukan pengurus partai, kecuali jadi pengurus sampai saat ini,” kata Bartholomeus. (Zar)






