Kabar68.Palu – Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Peduli Sulawesi Tengah (FMPS) menggelar aksi demonstrasi di tiga lokasi strategis di Kota Palu pada hari ini. Aksi ini melibatkan berbagai organisasi mahasiswa, termasuk Gerakan Revolusi Demokratik (GRD), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Morowali Kota Palu (IP2MM), Himpunan Mahasiswa Makassar Sulawesi Tengah (HIMA Sulteng), dan Aliansi Masyarakat Torete Bersatu.
Titik-titik aksi meliputi Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng, dan Markas Polda Sulteng. Dimana massa aksi sempat terlibat cekcok dengan aparat saat melakukan protes didepan POLDA Sulteng
Isu utama yang menjadi fokus aksi adalah tuntutan terkait pengembalian tanah leluhur, perlindungan terhadap ekosistem mangrove, dan penghentian kriminalisasi terhadap aktivis. Amrin, koordinator lapangan yang berasal dari GRD, menyampaikan keprihatinannya terkait tindakan PT Tekhnik Aluminium Service (TAS) yang diduga melakukan penyerobotan lahan mangrove di wilayah Desa Torete kisaran satu kilo meter.
“Persoalan mangrove ini melanggar prosedural karena PT TAS itu mengeluarkan darahtaliasi yang seharusnya itu tidak ada, karena kalau kita bicara mangrove adalah sebuah tanaman yang dilindungi oleh regulasi yang ada di negara ini,” ujar Amrin saat diwawancarai di depan Mapolda Sulteng.
Selain itu, aliansi mahasiswa ini juga menuntut penghentian kriminalisasi terhadap aktivis di Kabupaten Morowali. Mereka mendesak Polda Sulteng untuk turun tangan langsung ke Polsek Morowali guna memberikan jaminan kebebasan berekspresi bagi masyarakat.
“Kita meminta Polda Sulteng untuk turun langsung ke Polsek Morowali sehingga dapat memberikan jaminan kebebasan berekspresi, bahwa besok lusa siapapun toko masyarakat, aktivitis maupun pemudah yang berani bersuara tidak ada tindakan-tindakan kriminalisasi yang dilakukan lagi oleh polres Morowali seperti yang terjadi hari ini di desa Torete,” tegas Amrin.
Aksi ini juga dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap Polres Morowali yang dinilai kurang responsif dalam menanggapi permasalahan masyarakat. Massa aksi merasa bahwa tidak ada keseimbangan keberpihakan dari pihak kepolisian kepada masyarakat.
Menanggapi pernyataan dari Keterangan KTT yang menyebutkan bahwa perusahaan yang justru dirugikan dalam konflik ini, Amrin menyatakan bahwa hal tersebut adalah opini yang keliru. Menurutnya, kesalahan terletak pada perusahaan yang tidak memverifikasi data Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) dan Surat Keterangan Tanah (SKT).
“ini kelalaian perusahaan jadi jangan mengklaim bahwa mereka rugi, jika hari ini mereka rugi laporkan siapa yang akan mereka laporkan dimasyarakat,” imbuhnya.
Pihak Polda Sulteng telah menerima audiensi dengan perwakilan massa aksi dan berjanji akan menampung aspirasi serta memberikan asistensi terkait perkembangan yang terjadi di wilayah-wilayah yang melakukan aksi pada hari ini. (Zar)






