Kabar68.Banggai – Kehadiran PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara (FBLN) salah satu perusahaan tambang mitra kerja dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Pantas Indomining di Kelurahan Pakowa, Kec. Pagimana, mendapat reaksi keras dari warga lingkar tambang, dalam rencana aktivitas kegiatan penambangan. Hal ini jadi tamparan keras buat PT. FBLN selaku penanggungjawab aktivitas kegiatan operasinal produksi dilokasi tambang saat ini.
Reaksi keras warga lingkar tambang ini dipicu akibat tidak adanya keputusan dan kesepakatan final dalam rapat sosialisasi yang tidak dituangkan dalam notulen rapat yang harus ditandatangani oleh pihak perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab dalam pelaksaanaan kegiatan tambang dengan masyarakat lingkar tambang.
Dalam kegiatan sosialisasi perusahaan selama dua hari, yakni Kamis (19/11) bertempat di Kel. Pakowa, yang diikuti warga Kel.Pakowa, Desa Lamo dan Desa Uwedaka-daka dan Jum’at (20/11) di pusatkan di Desa Dongkalan, yang dihadiri Camat Pagimana, Kejaksaan Cabang Pagimana, Kapolsek, Danramil, KTT Indomining, dan wakil dari PT. FBLN, dan tanpa dihadiri oleh instansi tekhnis.
Camat Pagimana, Wahyudin Sangkota menekankan bahwa segala regulasi tambang itu merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Sehingga segala bentuk perizinan itu kewenangan pusat.
“Perizinan tambang adalah kewenangan pemerintah pusat. Bukan berarti kita sebagai pemerintah mengabaikan pengawasan pelaksanaan kegiatan tambang diwilayah. Hal ini sudah menjadi tanggungjawab pemerintah. Perusahaan diminta agar melaksanakan kaidah-kaidah pertambangan yang baik, karena azas dan segala ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pertambangan itu harga mati,” tegas Camat Wahyudin.
Salah seorang warga Pakowa, Ali Umar disela-sela sosialiasi kepada Radar Sulteng, menegaskan bahwa daftar hadir nama -nama yang tercatat dalam sosialiasi itu bukan sebuah bentuk jaminan atau rujukan masyarakat apakah mendukung kehadiran PT. FBLN dalam melakukan aktivitas tambang atau tidak. Karena sosialisasi tidak ada keputusan final dan hasil akhir yang dibuatkan dalam bentuk berita acara kesepakatan antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Sehingga, kami akan melakukan perlawanan kepada perusahaan jika tidak ada kejelasan dan komitmen mereka dengan masyarakat secara umum khususnya diwilayah lingkar tambang, dan jangan ada yang jadi pahlawan kesiangan dibalik kepentingan perusahaan,” ujar Ali Umar disela-sela kegiatan sosialisasi.
Ditempat terpisah, Plt. Kades Dongkalan, Galib Masulili menegaskan, pada dasarnya masyarakat wilayah lingkar tambang tidak menghalangi perusahaan dalam melakukan investasi tambang nikel di Kec. Pagimana sepanjang perusahaan memiliki itikat baik dengan masyarakat dan membangun komitmen yang jelas, tandatangan hitam diatas putih. Bukan mengambang.
“Perusahaan masuk dengan tujuan mengakut ore nikel yang sudah 12 tahun diolah dan tertumpuk dilokasi IUP PT. Pantas Indomining. Kalau perusahaan tidak komitmen dan tidak jelas pengaturannya dengan masyarakat lingkar tambang, kami akan melakukan perlawanan. Jangan mengakut ore nikel sebelum diselesaikan segala permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Ore nikel yang ada saat ini bukan hasil olahan dari PT. FBLN, perusahaan ini baru sekitar dua bulan masuk. Kami tidak butuh intervensi atau tekanan dari pihak manapun, demi kepentingan meloloskan ore nikel yang ada saat ini,” tegas Galib.

Informasi yang dihimpun Radar Sulteng, bahwa dalam dokumen Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) IUP Operasi Produksi PT. Pantas Indomining yang dikeluarkan dari Kementerian ESDM Dirjen Minerba, tanggal 19 Nopember 2024, tahun 2024 s/d 2026, jumlah produksi maksimal biji nikel tahun 2024 sebesar 200.000 WMT, jumlah produksi maksimal tahun 2025 sebesar 1.200.000 WMT dan jumlah produksi maksimal biji nikel 2026 sebesar 0 WMT.
Hal inilah yang kemudian perusahaan terkesan memaksakan kehendak untuk melakukan pengapalan ore nikel yang sudah ada sebelumnya yang tertimbun dilokasi, untuk dikapalkan paling lambat bulan desember 2025, sebagai bukti dan syarat bagi perusahaan untuk pengajuan ke Kementerian ESDM agar bisa memperoeh dokumen izin RKAB tahun 2026.
ABAIKAN INSTANSI TEKNIS
Salah seorang aktivis tambang di Sulteng, Asrudin Rongka dalam keterangannya kepada Radar Sulteng, bahwa secara umum, peraturan perundang-undangan mewajibakan adanya koordinasi dan pelibatan instansi tekhnis dalam berbagai tahapan tekhnis terkait dalam berbagai tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari study kelayakan, penyusunan AMDAL, hingga operasi produksi dan pengawasan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kegiatan tambang berjalan sesuai kaidah pertambangan yang baik (good mining practice), serta menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan kelestarian lingkungan/kesejahteraan masyarakat.
“Sosialisasi yang dilakukan pihak perusahaan di Kel. Pakowa dan Desa Dongkalan tanpa melibatkan instansi tekhnis menunjukkan adanya kelemahan dalam tata kelola dan transparansi, yang dapat menghambat keberlanjutan dan legalitas proyek tambang nikel yang dilakukan oleh PT. FBLN dibawah bendera IUP PT.Pantas Indomining,” tandas Asrudin.
PT. FBLN harus bertanggungjawab penuh atas rencana aktivitas yang akan dilakukannya dilokasi IUP PT. Pantas Indomining, karena PT. FBLN selaku pelaksana operasional aktivitas kegiatan tambang. Penyelenggaraan sosialisasi oleh pihak perusahaan yang tidak melibatkan instansi teknis akan menimbulkan masalah serius, termasuk penolakan dari masyarakat dan resiko pelanggaran hukum, karena bertentangan dengan prinsip tata kelola pertambangan yang baik.
Menurutnya, adapun dampak negatif yang timbul, akibat sosialisasi yang tidak melibatkan instansi tekhnis, yakni minimnya informasi yang akurat kepada masyarakat lingkar tambang, adanya ketidakpercayaan masyarakat, resiko lingkungan hidup, konflik sosial, dan potensi pelanggaran hukum.
Kehadiran Instansi tekhnis dalam hal sosialisasi tambang nikel di wilayah lingkar tambang, seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengawas Pertambangan, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Dinas Lingkungan Hidup bertanggjawab atas aspek tekhnis, lingkungan dan keselamatan pertambangan.
“Tanpa keterlibatan mereka, otomatis minimnya informasi akurat yang disampaikan kepada masyarakat dan berpotensi tidak lengkap atau tidak akurat, mengambang, terutama terkait AMDAL, prosedur tekhnis dan rencana pascatambang (reklamasi). Jangan ada kesan hanya memenuhi kepentingan pihak perusahaan secara formalitas dan mengejar terget bisnis, dan kami akan lakukan pengawasan aktivitas tambang demi kepentingan masyarakat,” jelas Asrudin.
Selain itu dampak negatif yang timbul adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat yang cenderung akan menolak proyek tambang jika merasa proses sosialiasi tidak transparan dan kredibel. Ketidakhadiran instansi tekhnis dapat menimbulkan persepsi bahwa perusahaan tambang di Kel. Pakowa, menyembunyikan potensi resiko atau dampak negatif yang memicu aksi protes dan pencitraan.
Dipastikan akan ada resiko lingkungan hidup. Instansi tekhnis bertugas memastikan perusahaan tambang di Kel. Pakowa wajib mematuhi standar pengelolaan lingkungan hidup. Jika sosialisasi mengabaikan peran instansi tekhnis, pengawasan terhadap potensi kerusakan lingkungan menjadi lemah, yang dapat berujung pada pencemaran dan kerusakan ekosistem.
“Kurangnya pemahaman masyarakat yang adil dan transparan tentang manfaat dan resiko tambang nikel dapat memperdalam perpecahan ditengah-tengah masyarakat, memunculkan pihak yang pro dan kontra terhadap kehadiran PT FBLN di areal IUP PT. Pantas Indomining, akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, masyarakat tidak bisa disalahkan, hak mereka untuk melakukan pengawasan, karena akibat dan dampak yang akan timbul masyarakat yang kena imbasnya bukan pemerintah,” jelas Asrudin.
Disisi lain, dampak negatif yang tak kalah pentingnya adalah, potensi pelanggaran hukum bagi perusaahaan. Pengelolaan usaha pertambangan diatur ketat oleh UU No.3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara, serta peraturan turunannya seperti PP No.96 tahun 2021.(MT)






