Kabar68.PALU – Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Tenaga KependidikanAdministrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) di Swissbell Hotel Palu, Sabtu (22/11/2025).
Acara ini menghadirkan pemateri Prof. Dr. KH. Zainal Abidin, M.Ag., yang merupakan Rais Syuriah PBNU sekaligus KetuaFKUB Provinsi Sulawesi Tengah menyampaikan materipenguatan moderasi beragama.
Dalam paparannya, Prof. Zainal Abidin menegaskan bahwakonsep moderasi beragama harus dipahami secara tepat dan menjadi karakter bagi seluruh staf kampus.
Prof. Zainal Abidin mengawali dengan mengoreksi pemahamanyang keliru, yaitu membedakan antara moderasi agama dan moderasi beragama.
“Moderasi beragama bukanlah moderasi agama,” tegasnya.
Prof Zainal Abidin menjelaskan bahwa moderasi beragamaberada pada tataran sosiologis, yaitu dalam wilayah praktikkeberagamaan di kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjalinhubungan dengan orang lain.
Moderasi ini bukan moderasi pada doktrin ajaran agama itusendiri, yang bisa menggiring kepada relativisme agama dan menjadi ancaman bagi setiap agama.
Tujuan dari moderasi beragama adalah menciptakan kerukunanyang tidak perlu mengorbankan keyakinan dan kemurnianmasing-masing agama.
Prof Zainal memberikan analogi bahwa seseorang bolehberpandangan bahwa pasangannya yang paling cantik atauganteng, tapi tidak perlu risau kalau orang lain juga mengakuibahwa pasangan mereka paling cantik atau ganteng, karenakecantikan dan kegantengan sangat subjektif.
Konsep moderasi beragama, menurut Prof. Zainal Abidin, memiliki landasan teologis yang kuat.
Ia merujuk pada Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 143, yang menyebut umat Islam sebagai Ummatan Wasathan.
Wasathan ditafsirkan sebagai tengah-tengah di antara dua batas, artinya tidak ekstrem kiri atau kanan (moderat).
Sedangkan landasan historisnya adalah Piagam Madinah, yang sangat jelas menggambarkan prinsip-prinsip moderat dalamkehidupan masyarakat multikultur.
Prof. Zainal Abidin menegaskan bahwa membangun moderasiberagama harus diawali dari tenaga kependidikan yang moderat.
Peran tenaga kependidikan sangat penting karena saat ini, dunia maya dan dunia nyata sudah menyatu, dan beragam mazhabpemikiran keagamaan membanjiri umat setiap detik.
“Masyarakat awam yang berpikiran hitam putih, tentu akankebingungan menghadapi fenomena ini,” katanya.
Di sinilah letak peran penting tenaga kependidikan untukmemberikan arahan dan petunjuk, agar umat dapat memilahsecara jernih dan tidak terjebak dalam fanatisme ataupensakralan mazhab keagamaan tertentu yang bermuara pada perpecahan.
Sebagai penutup, Prof Zainal memberikan teladan dari empatimam mazhab besar (Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal) yang meskipun berbedamazhab fiqh, mereka sangat moderat dan saling menghargaiperbedaan.
“Moderasi beragama pada hakekatnya adalah menghidupkankembali cara beragama yang menjadi karakter khas dari umatIslam itu sendiri sebagai ummatan wasathan,” kata Prof Zainal mengakhiri penjelasannya.(*/bar)






