Kabar68.Tolitoli- Pengadilan Negeri (PN) Tolitoli menerapkan pendekatan Restorative Justice (Keadilan Restoratif) dalam kasus pencurian satu unit laptop yang dilakukan oleh terdakwa S alias A. Terdakwa didakwa dengan pasal berlapis tentang pencurian dengan pemberatan, yakni Pasal 363 ayat (2) dan 363 ayat (1) ke-3 KUHP.
Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (19/11/2025), Ketua Majelis Hakim, Muhammad Taufik Ajiputera, menyatakan terdakwa S alias A terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, dengan mempertimbangkan faktor kemanusiaan dan perdamaian, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 15 (lima belas) hari.
Perkara dengan Nomor Register 89/Pid.B/2025/PN Tli ini berawal ketika terdakwa S alias A, seorang nelayan, kehabisan uang untuk kebutuhan keluarganya.
“Perkara dengan Nomor Register 89/Pid.B/2025/PN Tli ini bermula saat S alias A kehabisan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal itu disebabkan Terdakwa yang merupakan seorang nelayan tidak dapat melaut lantaran cuaca dan gelombang yang cukup ekstrem selama beberapa minggu sehingga Terdakwa terpaksa mencari mata pencaharian lain. Setelah mengupayakan berbagai cara untuk mencari uang namun tidak berhasil, timbul niat Terdakwa mencari uang dengan cara mencuri laptop korban H yang merupakan tetangga Terdakwa dan mempunyai hubungan baik dengan Terdakwa,” Kata Hakim Ketua Dalam putusannya (19/11/25).
Fakta persidangan mengungkap bahwa alasan terdakwa nekat mencuri adalah karena anaknya yang masih berusia 9 bulan kehabisan susu, memaksa terdakwa mencari uang dengan menjual barang curian.
Pendekatan Restorative Justice diupayakan karena terdakwa dan korban merupakan tetangga dekat. Upaya ini bertujuan untuk pemulihan bagi kedua pihak dan menjaga kerukunan antar warga.
“Dalam persidangan, Terdakwa telah mengakui kesalahan, memohon maaf, dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya, sementara korban yang adalah tetangga Terdakwa, memberikan maaf dengan syarat Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum. Kesepakatan damai tersebut kemudian dituangkan dalam surat perdamaian tertanggal 5 November 2025 di hadapan majelis hakim,” Lanjutnya.
Hakim Ketua Muhammad Taufik Ajiputera menambahkan, keadilan restoratif berfokus pada pemulihan keadaan kedua pihak yang diketahui saling mengenal cukup lama, bahkan anak terdakwa juga diperiksa oleh istri korban yang berprofesi sebagai bidan.
“saat pemeriksaan anak Terdakwa yang berumur 9 bulan ke Istri Korban yang berprofesi sebagai bidan, sehingga demi menjaga kerukunan bertetangga dengan tetap mengutamakan prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, Majelis Hakim memandang perlu diupayakan keadilan restoratif (restorative justice) pada perkara a quo,” Tegas Muhammad Taufik.(FN)






