Kabar68.Banggai – Wajar atau tidaknya masyarakat Kelurahan Pakowa, Kecamatan Pagimana, Rabu (12/11) melakukan blokade jalan akses aktivitas kegiatan tambang nikel oleh PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara (FBLN), pada lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Pantas Indomining adalah persoalan kompleks.
Penolakan masyarakat Kel. Pakowa didorong oleh adanya kekhawatiran yang sangat beralasan. Hal itu didasarkan dengan berbagai pertimbangan masyarakat, terutama terkait keberadaan dokumen perizinan PT. FBLN yang belum jelas karena belum dilakukan sosialisasi, masuknya mobiliasi sejumlah dump truck, dan eksavator dilokasi jety atau Tersus yang diduga lokasi Jetty atau Tersus belum mengantongi dokumen izin resmi dari Kementerian Perhubungan, masih ada sebagian lahan warga yang belum dibayarkan perusahaan, dampak lingkungan, sosial dan ekonomi.

Pantauan Radar Sulteng, aksi boikot atau penolakan warga masuknya PT. FBLN dilokasi IUP PT. Pantas Indomining, yang dilakukan masyarakat Kel. Pakowa merupakan manifestasi dari keprihatinan serius terhadap keberlanjutan lingkungan dan kualitas hidup mereka.
Mengingat potensi dampak negatif yang sangat siqnifikan, kekhawatiran tersebut dapat dianggap wajar. Penting untuk adanya dialog yang adil, transparan, dan pengelolaan pertambangan yang bertanggungjawab untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat disekitar lingkar tambang.
“Kami minta PT. FBLN wajib memperlihatkan dan menunjukkan semua dokumen perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan tambang. Jangan cuma mengandalkan IUP yang di take over dari PT. Pantas Indomining, lantas PT. FBLN sudah bebas begitu saja masuk dihutan melakukan aktivitasnya, tunggu dulu bos, masih banyak dokumen izin yang harus dipenuhi, baru bisa masuk lokasi. Apalagi sosialiasi belum dilakukan. Harus ada MOU dulu dengan kepentingan masyarakat disekitar lingkar tambang. Itu semua harus diperjelas lebih awal. Bukan nanti perusahaan masuk mengola terlebih dahulu baru dibicarakan, ini kan semua omong kosong dan abunawas. Tuntaskan semua persoalan baru bisa diizinkan masuk lokasi,” ujar warga Pakowa, Ali Umar kepada Radar Sulteng, di Pagimana, Rabu (12/11).
DUGAAN TAK ADA IZIN TERMINAL KHUSUS
Menanggapi hal tersebut, aktivitas pengamat tambang di Sulteng, Asrudin kembali anglat bicara. Jika diketahui kegiatan operasional PT. FBLN dilokasi Jetty atau Terminal Khusus (Tersus) tanpa perizinan yang sah dari Dirjen Kementerian Perhubungan, hal itu merupakan pelanggaran serius yang dapat mengakibatkan konsekwensi hukum berat bagi perusahaan tambang PT. FBLN.
“Ini bukan ancaman bagi PT. FBLN. Silahkan perusahaan menunjukkan dokumen izin Tersus yang saat telah terjadi mobilisasi alat dilokasi tersebut. Perusahaan PT. FBLN yang masuk atau mengoperasikan lokasi jetty atau lokasi Tersus tanpa izin yang sesuai dapat dikenakan sanksi pidana dan denda berdasarkan UU pelayaran dan peraturan turunannya,” pinta Asrudin, kepada Asrudin yang dihubungi Radar Sulteng di Palu, Rabu (12/11).
Menurutnya, dasar hukumnya jelas, pelanggaran ini diatur dalam UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran dan peraturan pelaksanannya, seperti peraturan Menteri Perhubungan No.PM 52 tahun 2021 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).
“Tim kami akan awasi dan pantau, jika terbukti tidak memiliki dokumen izin jetty atau Tersus, PT. FBLN akan kami laporkan ke pihak yang berwenang, dalam hal ini kami akan surati ke Dirjend Kementerian Perhubungan Laut dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP), agar lokasi jetty atau Tersus wajib disegel,” ujar Asrudin, aktivis yang paham dengan prosedur bidang tambang.
Disisi lain, katanya, PT. FBLN akan menghadapi sanksi administratif, seperti pencabutan IUP atau pembekuan kegiatan operasional lainnya yang terkait, jika pelanggaran perizinan ini merupakan bagian dari ketidakpatuhan yang lebih luas.
“Kami akan mendesak dan meminta pihak yang berwenang perlu melakukan penindakan dan penyidikan, terkait keberadaan pelabuhan Jetty atau Tersus yang digunakan PT. FBLN dilokasi IUP PT. Pantas Indomining, seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian Perhubungan atau Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Aparat Polri dan TNI Angkatan Laut (dalam ranah pengawasan keamanan dan kedaulatan wilayah laut). Begitupun Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) wilayah Kec. Pagimana, selaku pejabat pemerintah dibawah Kementerian Perhubungan wajib mengawasinya, jangan ada kesan pembiaran,” tegas Asrudin.
Selain itu, PT. FBLN sebuah perusahaan yang bergerak dibidang tambang ini sempat tersandung masalah hukum, termasuk penetapan tiga orang direkturnya sebagai tersangka pemalsuan dokumen oleh Bareskrim Polri dan sengketa lahan dengan perusahaan lain. Tiga orang direktur PT.FBLN, masing-masing, Cai Zhengyang, Li Minghong dan Wang Yuan ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, PT. FBLN juga pernah memiliki sengketa hukum terkait lahan konsensi milik perusahaan PT. Karya Wijaya dan PT. Mineral Trobos.
“Fakta hukum lainnya, dapat diakses melalui situs website Mahkamah Agung (MA) terkait sejumlah kasus perusahaan PT. FBLN. Bahkan ditahun 2023, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. FBLN pernah dicabut oleh pemerintah,” pinta Asrudin.
Penanggungjawab atau pemilik IUP PT. Pantas Indomining, Direktur Utama, Haryadi yang berusaha dikonfirmasi Radar Sulteng melalui telpon selulernya belum tersambung. Begitupun juga Direktur PT. FBLN, Dr. Agung Dewa Chandra, dan Ir. Agus Pical.(MT)






