PALU — Dua warga Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, melaporkan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bukit Jejer Sukses (BJS) ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng). Mereka menuding perusahaan tersebut menyerobot lahan milik mereka seluas 13,2 hektare sejak tahun 2019.
Laporan itu disampaikan melalui surat resmi kepada Kapolda Sulteng, dengan tembusan kepada Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum), tertanggal 7 November 2025. Dalam laporan tersebut, pelapor atas nama Syamsul Alam dan La’ane Tahir mengungkapkan bahwa tanah yang kini dikuasai PT BJS merupakan milik sah mereka berdasarkan dokumen kepemilikan yang diakui secara hukum.
“Pihak PT BJS sudah mengakui bahwa tanah yang mereka garap adalah milik kami, tapi sampai sekarang tidak ada pembayaran ataupun kesepakatan harga,” ujar Syamsul Alam dalam surat laporan tersebut.
Syamsul menjelaskan, pada 17 Juli 2025, pihaknya sempat mengikuti musyawarah di Kantor Camat Bungku Barat bersama Humas PT BJS, Tegar Sembiring, serta unsur Forkopimcam dan perwakilan Pemda Morowali. Dalam rapat itu, warga mengajukan tawaran harga Rp500 ribu per meter untuk lahan yang diserobot. Namun, pihak perusahaan belum memberikan keputusan.
“Tegar Sembiring bilang dia tidak punya kewenangan negosiasi karena itu urusan manajemen dan direksi PT BJS. Tapi sejak rapat itu, sampai sekarang perusahaan tidak pernah memberi kabar apa pun,” kata La’ane Tahir menambahkan.
Keduanya menilai penyelidikan oleh Satreskrim Polres Morowali tidak berjalan transparan. Mereka menyebut laporan yang telah mereka sampaikan pada 2 Juni 2025 tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan, meski bukti-bukti sudah mereka serahkan.
Kemudian, dalam surat SP2HP Nomor B/146/X/Res/1.24./2025/Bareskrim tertanggal 2 September 2025, penyidik Polres Morowali menyatakan belum menemukan unsur tindak pidana dalam dugaan penyerobotan lahan oleh PT BJS. Alasan penyidik, pelapor belum bisa menunjukkan bukti kepemilikan tanah yang sah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Penyidik menyarankan agar pelapor menempuh upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri Poso terlebih dahulu,” bunyi surat SP2HP yang ditandatangani Erick Wijaya Siagian selaku Kasatreskrim Polres Morowali yang juga menjadi penyidik dalam kasus tersebut.
Meski demikian, Syamsul Alam dan La’ane Tahir tetap berharap Polda Sulteng turun tangan dengan melakukan gelar perkara khusus untuk menilai ulang hasil penyelidikan Polres Morowali. Mereka menegaskan, dokumen kepemilikan tanah yang mereka miliki sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selain kronologi peristiwa, keduanya juga melampirkan salinan dokumen kepemilikan tanah, notulen rapat di Kantor Camat Bungku Barat, serta daftar hadir peserta rapat dalam laporan yang mereka kirimkan ke Polda Sulteng.(NAS)






