
Kabar68.Banggai – Lagi-lagi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang (KC) Luwuk bikin ulah. Sekitar 44 nasabah “kecolongan”, uang kredit mereka di rekening Bank BRI “lenyap” ulah petugas Bank yang berinisial “HM”. Akibat perbuatannya, “HM” terpaksa mendekam dibalik terali besi, setelah divonis majelis hakim PN Luwuk, dalam perkara No.64/Pid.Sus/2025/PN.Lwk, dengan putusan pidana penjara 11 tahun, denda Rp. 10 miliar dan subsider kurungan (6 bulan), dengan status perkara pemberitahuan putusan banding.
Hal ini dikuatkan berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Putu Diana Andriyani, SH telah terpenuhi, maka terdakwa “HM” dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu Pasal 49 ayat (1) huruf a Jo.Pasal 37E ayat (1) huruf a UU RI No.4 tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
Dalam persidangan, majelis hakim PN Luwuk, tidak menemukan adanya hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf, serta terdakwa “HM” mampu bertanggungjawab, maka terdakwa “HM” harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.
Informasi yang dihimpun Radar Sulteng, terungkapnya kasus ini, setelah terdakwa “HM” sejak Februari 2024, dimutasikan ke Kantor Bank BRI Banggai Laut (Balut). Dari hasil audit internal pihak BRI KC. Luwuk dan BRI Kantor Wilayah Manado, bahwa fraud (kecurangan) yang dilakukan terdakwa “HM” sejak 2014-2024, sebesar Rp.13 miliar. Namun dari total dana tersebut, sebagian dananya telah digunakan terdakwa “HM” untuk membayar angsuran kredit nasabah, sehingga kredit nasabah yang belum tertutupi senilai Rp.8.023.397.988, atau terdapat 44 nasabah/debitur yang pernah mengambil kredit dan belum lunas kreditnya.
Uang senilai Rp. 13 miliar hasil fraud tersebut, digunakannya untuk membeli tanah dan mobil, membangun ruko, membuka usaha seperti toko sembako dan apotik dan lainnya yang bersifat kebutuhan pribadi. Dalam menutupi perbuatannya, awalnya uang hasil fraud, terdakwa “HM” membeli sejumlah bidang tanah dan membangun ruko, setelah itu sertifikat tanah dan bangunan ruko diajukannya sebagai agunan/jaminan untuk memperoleh kredit di Bank Mandiri dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Terdakwa “HM” disaat peristiwa ini terjadi, ia adalah salah seorang pegawai resmi PT. BRI Tbk. KC. Luwuk, dengan jabatan Relationship Manager (RM) telah melakukan fraud, yaitu suatu tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukannya untuk mengelabui, menipu atau memanipulasi Bank, nasabah atau pihak lain, yang terjadi dilingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana disebutkan dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.12 tahun 2024 Pasal 1 huruf 4 dengan locusnya di Kantor PT. BRI Tbk KC. Luwuk sejak tahun 2014-2024.
BANK HARUS TANGGUNGJAWAB
Kendatipun demikian, vonis putusan majelis hakim PN Luwuk, tertanggal, Rabu 20 Agustus 2025 lalu, tak membuat para nasabah yang telah menjadi korban penderitaan dari kredit produk Bank BRI, untuk berdiam diri, mereka akan melakukan gugatan kepada Bank BRI Luwuk secara perdata, karena dinilai pihak Bank terkesan mengabaikan kepentingan nasabah, dimana para nasabah masih dibebani dan dimintakan oleh pihak Bank untuk tetap membayar cicilan dan denda kredit, sementara para nasabah tidak menggunakan dana kredit sesuai jumlah plafond pinjaman yang disepakati, bahkan hingga saat ini nasabah tidak pernah dilakukan mediasi oleh pihak Bank terkait kredit dimaksud dan bahkan terkesan “cuci tangan” dalam permasalahan ini tak peduli dengan penderitaan para nasabah.
Hal ini terungkap setelah sejumlah nasabah mendatangi Kantor Advokat dan Konsultan Hukum, Nasrun Hipan, SH, MH dengan membawa bukti-bukti pencairan dana kredit melalui rekening koran.
“Kami didatangi petugas Bank BRI dari Manado untuk meminta membayar cicilan kredit. Saat ini ini kami menyetop pembayaran cicilan kredit, denda dan bunga, kalau belum ada penyelesaian pihak Bank, karena kami tidak menggunakan sejumlah dana kredit berdasarkan plafond pinjaman yang disepakati. Saya dikasih plafound pinjaman Rp.1,2 miliar, yang kami terima sekitar Rp.500 jutaan itupun pembayaran kredit dilakukan secara cicil. Setelah kami mengecek sisa dana untuk kebutuhan modal usaha, ternyata dananya sudah kosong alias hilang direkening, lantas kami diminta untuk tetap mencicil kredit dan bunga berdasarkan angka pinjaman tersebut, ini kan Bank aneh dan kami bukan orang bodoh,” keluh salah seorang korban nasabah BRI, Mulyaman dikantor Advokat.
Adapun bukti Surat Penawaran Putusan Kredit (SPPK) Bank BRI, tanggal 28 April 2023, yang ditujukan kepada salah seorang nasabah an. Mulyaman tercatat plafound pinjaman Rp.1,2 miliar. Jenis kredit KMK U/Perdagangan, Hotel dan Restoran, Bentuk Kredit Max CO Tetap, dengan tujuan untuk tambah modal kerja usaha perikanan, dagang barang konstruksi berupa kayu dan usaha rumah kost, dengan suku bunga 11,75 % pertahun (efektif). Dikenakan efektif setiap bulan. Suku bunga ini dapat ditinjau kembali (reviewable) setiap saat sesuai ketentuan suku bunga yang berlaku di BRI. Bunga akan dipungut sesuai tanggal realisasi. Perubahan suku bunga kepada nasabah cukup diberitahukan secara tertulis kepada debitur dan bersifat mengikat kedua belah pihak.
“Kami sama sekali tidak menerima sejumlah dana yang tertera dalam plafound pinjaman seperti yang tertuang dalam SPPK dimaksud. Karena tidak adanya keseriusan pihak Bank, yang terkesan mengabaikan kepentingan kami sebagai nasabah, otomatis kami akan mengambil sikap apapun resikonya kami akan hadapi. Artinya mana uang yang kami terima itu yang kami pertanggungjawabkan,” tegasnya.
Menanggapi polemik nasabah tersebut, Advokat Nasrun Hipan, SH, MH, kepada Radar Sulteng, mengatakan pihaknya akan segera menyikapi permasalahan sejumlah nasabah dimaksud. “Saat ini kami tengah membedah dokumen bukti pembayaran atau penyetoran nasabah melalui dokumen rekening koran nasabah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan bentuk program dan jenis kredit yang dikucurkan oleh pihak Bank BRI. Setelah kajian itu kami lakukan, dalam waktu dekat laporan gugatan perdata akan kami masukkan di PN Luwuk,” tandas Nasrun Hipan.
Putusan pidana lanjut Nasrun terhadap oknum petugas Bank sah-sah saja karena itu internal pihak Bank, namun tanggungjawab ini melekat juga pada pihak Bank tanpa harus mengabaikan nasib tragis yang menimpa 44 nasabah, karena mereka juga telah mengalami kerugian in materil dari sebuah produk kredit yang dikucurukan atau ditawarkan Bank BRI. Nasabah memiliki hak untuk menuntut secara perdata sesuai ketentuan hukum.
“Kita akan ujikan nanti di PN. Luwuk. Tim kami akan bekerja secara maksimal untuk menyelamatkan para nasabah yang telah jadi korban,” ujar Nasrun.
MODUS PELAKU
Berdasarkan putusan PN Luwuk, No. Perkara 64/Pid.Sus/2025/PN Lwk, bahwa modus yang digunakan terdakwa melakukan fraud yaitu dengan menggunakan dana kredit sebagian nasabah yang merupakan kelolaan terdakwa “HM”, yakni mengambil dana pelunasan kredit nasabah, mengambil kartu ATM dan buku tabungan milik nasabah. Cara terdakwa “HM” melakukan fraud diantaranya, mengarahkan nasabah/debitur agar dapat mengambil kredit melebihi dari yang dibutuhkan, selanjutnya terdakwa menyampaikan jika dana yang tidak terpakai tersebut tidak digunakan, tidak akan dikenakan bunga dan bunga yang dibayar oleh nasabah/debitur hanyalah sesuai dengan kebutuhan saja.
Artinya dana yang tidak terpakai dapat disimpan direkening untuk diblokir dan dapat digunakan lebih gampang tanpa harus dilakukan proses kredit lagi (kelonggoran tarik). Ketika dana dari kredit yang sudah disetujui kemudian masuk ke rekening pencairan nasabah/debitur, terdakwa “HM” meminta nasabah/debitur untuk membuat rekening pencairan, dan setelah uang dicairkan terdakwa meminjam ATM dan PIN dengan dalih hal itu bagian dari proses administrasi kredit, namun tujuan sebenarnya akan memindahkan dana nasabah yang tidak terpakai ke rekening pinjaman nasabah tanpa nasabah/debitur mengerti tujuan sebenarnya dari pemindahan yang dilakukan terdakwa tersebut.
Terdakwa “HM” memindahkan dana kredit nasabah/debitur yang sudah cair ke rekening penampungan lain yaitu rekening masing-masing an. “EY” (ibu terdakwa), “SP” (ipar terdakwa), “NM” dan “RM” yang keduanya adalah adik kandungnya. Adapun pertimbangan terdakwa “HM” agar tidak ketahuan pihak BRI Luwuk.
Adapun dalam memindahkan dana tersebut terdakwa “HM” dengan cara menggunakan ATM nasabah/debitur dengan digesekkan ke mesin Elektrik Data Caplure (EDC) yang ada dikantor BRI Luwuk dan fasilitas BRI Link. Sedangkan alasan terdakwa “HM” menggunakan mesin EDC karena bisa melakukan transaksi dalam jumlah besar dan untuk BRI Link karena lebih mudah dan cepat dan juga hanya terbaca nomor rekeningnya saja sehingga lebih aman.
Selanjutnya, terdakwa “HM” juga meminta nasabah/debitur untuk menandatangani slip penarikan dana, dengan alasan dana tersebut akan dimasukkan ke rekening pinjaman, kemudian slip tersebut terdakwa bawa ke teller untuk diambil dan uangnya digunakannya. Selain itu, ada juga nasabah/debitur yang menyetorkan pelunasan pinjaman secara cash melalui terdakwa “HM”, namun uang pelunasan tersebut tidak disetorkannya ke teller BRI, dan nasabah/debitur hanya diberi bukti setoran untuk mengelabui agar seolah-olah nampak telah disetorkan, padahal bukti setoran nasabah tersebut tidak divalidasikan di teller BRI. (*MT).






