Kabar68.Palu — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan nomor perkara 188-PKE-DKPP/VIII/2025, di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, Jalan Sungai Moutong, Kecamatan Palu Barat, Senin (27/10) pukul 09.00 WITA.
Perkara ini diadukan oleh Agus Bakri dan Rano Karno terhadap tiga Komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Risvirenol, Christian A. Oruwo, dan Darmiati. Ketiganya diduga melanggar kode etik karena tidak menghadiri rapat pleno terbuka terkait penetapan hasil rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan II Tahun 2025.
Akibat ketidakhadiran para teradu, rapat tersebut tidak kuorum dan tidak bisa dilanjutkan. Para pengadu menilai, rapat PDPB merupakan agenda penting yang menjadi dasar penyusunan daftar pemilih untuk pemilu mendatang.
“Bahwa dengan tidak menghadiri rapat pleno terbuka yang bersifat resmi dan strategis tersebut, para teradu telah lalai melaksanakan kewajiban konstitusional dan etis sebagai penyelenggara pemilu yang pada akhirnya menurunkan citra profesionalitas tertib kelembagaan serta kepercayaan publik terhadap KPU Provinsi Sulawesi Tengah,” ucap pengadu, Agus Bakri dalam sidang.
“Dengan demikian, hasil pemeriksaan internal KPU RI menjadi bukti otentik bagi teradu bahwa telah terbukti telah melanggar norma etik, prinsip normalitas serta disiplin kelembagaan yang telah diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu dan peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017,” tambahnya.
Berdasarkan dugaan tersebut, Agus Bakri meminta kepada Majelis DKPP untuk menyatakan bahwa para teradu secara terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku penyelengara pemilu, menjatuhkan sanksi etik yang proporsional dan memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu.
Dalam penutupan sidang, Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, menyampaikan apresiasi kepada para pengadu yang menunjukkan itikad baik dengan melaporkan dugaan pelanggaran etik tersebut.
“Kami perlu mengapresiasi pengadu atas itikad baiknya. Pengaduan ini tentu bertujuan memastikan kerja-kerja penyelenggara pemilu di KPU Provinsi Sulteng berjalan sesuai prinsip dan peraturan perundang-undangan,” ujar Ratna Dewi.
Ia juga mengingatkan para teradu agar menjadikan proses ini sebagai refleksi untuk memperbaiki kinerja lembaga.
“Pejabat publik itu prinsip akuntabilitasnya harus ditegakkan. Kontrol publik menjadi bagian penting untuk memastikan penyelenggara KPU tetap akuntabel,” tegasnya.
Menurut Ratna Dewi, sidang ini mengungkap adanya persoalan internal di tubuh KPU Sulteng, namun hal itu masih bisa diperbaiki dengan itikad baik seluruh komisioner.
“Kalau ini dibiarkan, berarti sama saja membiarkan lembaga KPU Sulteng jatuh ke jurang penilaian negatif publik. Tapi kalau semua punya itikad baik, saya yakin ini bisa diperbaiki,” katanya.
Ia menambahkan, tanggung jawab moral dan kelembagaan kini berada di tangan ketua dan anggota KPU untuk mengembalikan kepercayaan publik.
“Celaka kalau hari ini KPU lebih buruk dari kemarin. Harusnya lebih baik dari sebelumnya, karena tanggung jawab memperbaiki itu ada di kita semua sebagai bagian dari masyarakat Sulawesi Tengah,” tutup Ratna Dewi.(NAS)






