BANGGAI,- Tindak lanjut pelaksanaan eksekusi lokasi seluas1.071 m2 yang diatasnya berdiri sebuah bangunan rumah ibadah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Kel. Karaton, Kec. Luwuk, saat ini menjadi “Pekerjaan Rumah (PR)” bagiPengadilan Negeri (PN) Luwuk.
Sebelumnya, Panitera PN Luwuk, Irnais, SH telah melaksanakan kegiatan konstatering yang merupakan tahapan eksekusi berdasarkan permohonan Advokat Bambang Trisnanto dan Rekan, atas putusan perkara peradataNo.103/Pdt.G/2022/PN.Lwk, tanggal 21 Juni 2022, putusan No. 63/Pdt/2022/PT. Palu, dan putusan No.764.K/Pdt/2023, tanggal21 Maret 2024.
Seperti yang dilansir Radar Sulteng, edisi Kamis, 15 September 2025, dengan judul “Proses Tahapan Eksekusi PN Luwuk Alami Hambatan” dan Pelaksanaan konstatering “Nyaris Gaduh” dan dinilai batal.
Dari informasi yang dihimpun Radar Sulteng, ada dua kubuyang saat ini berseteru, yakni kubu jemaat GPdI dan kubujemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI). Kendatipun telah ada putusan hukum tersebut, saat ini kubu GBI dibawah kendali pendeta Ibu Selvi dan pendeta Juan Palese, keduanya merasa belum pernah digugat sama sekali dan sampai dengan saat inimereka menguasai lokasi dan gedung gereja sebagai tempat ibadah jemaat GBI serta gedung pastori sebagai tempat tinggal pendeta jemaat GBI.
“Meskipun mereka pernah digugat sebagai ahli waris lokasitersebut, akan tetapi sebagai pendeta dan jemaat GBI samasekali mereka tidak pernah digugat dan posisi pendeta ibu Selvi Cs serta jemaat GBI sewaktu sebelum dan/atau perkara bergulir status mereka sudah GBI. Sehingga tidak alasan hukum apapun lokasi inklud bangunan gereja GPdI untuk dapat dieksekusi, sesuai ketentuan hukum status pihak yang tidak pernah digugattidaklah bisa dieksekusi,” ujar sumber yang enggan disebutkanidentitasnya, di Luwuk, Minggu (5/10).
Saat ini bola pelaksanaan eksekusi sedang berada di PN Luwuk. Eksekusi yang menjadi kewenangan PN Luwuk terhadap lokasidan rumah ibadah GPdI secara umum dianggap tidak pantas dan bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan beribadah, karena rumah ibadah merupakan tempat penting bagiumat beragama.
“Mengapa eksekusi tidak pantas ? Karena eksekusi lokasi yang diatasnya berdiri bangunan rumah ibadah itu dianggapmelanggar hak asazi manusia (HAM) untuk beribadah, sebagaimana diatur dalam konstitusi negara,” jelas sumber.
Selain itu, dapat memicu konflik sosial, dimana tindakan eksekusi bisa menimbulkan konflik horizontal antar warga khususnya jemaat gereja GPdI dan jemaat GBI dan hal ini tidaksesuai dengan semangat keurukunan beragama.
Mestinya, langkah bijak dan solusi terbaik demi kepentingan sesama jemaat gereja, pendekatan yang seharusnya diambil, yakni pendekatan dialogis, dimana Pemda seharusnyamelakukan dialog dan mediasi untuk menyelesaikan konflikbukan mengeksekusi, kendatipun sudah ada putusan hukumyang mengikat.
“Putusan hukum bukan menyelesaikan permasalahan, jikaberkonflik. Maka penyelesaiannya yang lebih bijak harusmengedepankan prinsif keadilan dan dialog, bukan tindakanrefresif yang bisa menimbulkan masalah yang lebih besar,” pintasumber. * (MT).