PALU – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) sampai dengan saat ini belum ada satupun unit kerja yang meraih predikat sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK).
Hal ini didasarkan data dari Kementerian PAN-RB. Tentunya kondisi ini menjadi “Pekerjaan Rumah (PR)” bagi Gubernur Sulteng Anwar Hafid dan Ketua DPRD Provinsi Sulteng Arus Abdul Karim, dalam rangka upaya pencegahan korupsi pada unit kerja.
Sebagai sample, instansi vertikal dibawah naungan Kementerian Perhubungan RI, yakni Bandara Mutiara Sis-Aldjufri sudah 8 (delapan) kali penilaian indikator Zona Integritas (ZI) yang diusulkan menjadi bandara internasional.
Begitupun juga halnya OPD lainnya, seperti Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Rumah Sakit dan sejumlah puskesmas yang merupakan unit layanan langsung yang bersentuhan dengan masyarakat dan dunia usaha serta instansi lainnya masih memerlukan standar pelayanan yang berintegrasi bebas pungli, suap, mudah murah, dan nyaman sesuai standar pembangunan ZI.
Saat ini, Pemprov Sulteng masih dalam tahap penilaian menuju WBK oleh tim Kementerian PAN-RB. Jika unit kerja dianggap memenuhi syarat, maka usulan akan diajukan ke tim penilai nasional (TPN) yang terdiri dari unsur Kementerian PAN-RB, KPK dan Ombudsman, guna dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Hasil wawancara wartawan Radar Sulteng, Biro Banggai dengan Tim Penilai Zona Integritas dari Kementerian PAN-RB, bahwa masih terdapat sejumlah instansi yang tidak memahami secara detail kriteria dan indikator yang harus dipenuhi untuk meraih predikat WBK, sehingga kesulitan dalam implementasi pembangunan ZI di Pemprov Sulteng.
Suatu daerah gagal dalam mendapatkan predikat WBK karena tidak memenuhi indkator penilaian ZI, seperti kurangnya pemahaman detail tentang kriteria penilaian, pendekatan formalitas tanpa internalisasi nilai integritas, ketidakselarasan kebijakan dengan kondisi lapangan, minimnya inovasi pelayanan publik, kurangnya transparansi informasi, adanya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dilingkungan instansi, serta kondisi sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Ketua Tim Penilai Kementrian PAN-RB, Nadjamudin Mointang yang dihubungi Radar Sulteng, via telepon di Jakarta, Rabu (27/8), mengatakan bahwa ada beberapa kriteria pemahaman yang kurang terhadap penilaian ZI sehingga sulit memperoleh predikat WBK, yakni pendekatan formalitas, ketidakselarasan antara kebijakan dan implementasi, minimnya inovasi pelayanan publik, kurangnya transparansi informasi, dan terjadinya praktek KKN serta faktor sarana dan prasarana yang kurang mendukung, serta survey kepuasan masyarakat (SKM) dan survei persepsi anti korupsi (SPAK) masih dibawah ambang batas yang ditentukan.
“Kurangnya transparansi informasi dalam penyampaian informasi menjadi salah satu penyebab kegagalan unit kerja dalam meraih predikat WBK. Kemudian yang tak kalah pentingnya juga yakni adanya kondisi sarana dan prasarana yang buruk diinstansi juga menjadi salah satu faktor yang menghambat tercapainya predikat WBK,” tandas Naja, sapaan akrab Ketua Tim Penilai dari Kementerian PAN-RB.
Dejelaskannya, pendekatan formalitas dimana sejumlah instansi dalam membangun ZI hanya untuk memenuhi tuntutan administratif atau persyaratan formalitas, bukan untuk menginternalisasi nilai-nilai integritas dalam budaya kerja.
Kemudian, ketidakselaran kebijakan dan implementasi kadangkala kebijakan pembangunan ZI dari tingkat pusat tidak sepenuhnya selaras dengan kondisi dilapangan, sehingga menyebabkan instansi harus beradaptasi secara kreatif yang bisa beresiko menurunkan konsistensi penerapan ZI.
Selain itu, ujar Nadjamudin, minimnya inovasi pelayanan publik dimana pembangunan ZI menuntut inovasi dalam pelayanan publik. Namun, beberapa instansi masih terpaku pada prosedur lama yang tidak efisien, sehingga pelayanan belum mampu memberikan pengalaman terbaik bagi masyarakat. Selain itu, terjadinya praktik KKN ini juga bisa menjadi salah satu penyebab pencabutan predikat WBK.
Menyinggung terkait instansi didaerah yang wajib WBK, pihaknya mengatakan bahwa Instansi Daerah yang dapat meraih WBK adalah unit kerja diberbagai instansi Pemda, seperti Dinas, Badan, Kantor Pelayanan, hingga Unit Pelaksana Tekhnis Daerah yang memenuhi kriteria program ZI menuju WBK.
Contohnya umum, meliputi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Publik, Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Balai Pelayanan Pemasyarakatan, serta unit-unit pada instansi vertikal pusat yang berada di daerah seperti KPPN.
“Kriteria penting untuk mengajukan usulan WBK, dimana unit kerja dianggap penting atau strategis dalam melakukan pelayanan publik, dan unit kerja memiliki sumber daya yang cukup besar untuk menjalankan fungsinya, serta unit kerja telah menunjukkan tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi,” pinta Nadjamudin.
KOMITMEN DENGAN KPK
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Radar Sulteng, Gubernur Anwar Hafid dan Ketua DPRD Propinsi Sulteng, Arus Abdul Karim, telah menandatangani kesepakatan atau komitmen anti korupsi dengan Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komitmen itu tertuang dalam surat kesepakatan dengan KPK, Jakarta, 6 Agustus 2025, yang terdiri 8 (delapan) point kesepakatan. Kesepakatan itu diantaranya, Gubernur Anwar Hafid dan Ketua DPRD Propinsi Arus Abdul Karim, menolak setiap pemberian/hadiah/gratifikasi yang dianggap suap serta tidak melakukan pemerasan dan/atau bentuk-bentuk tindak pidana korupsi lainnya. Mendukung proses penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Melaksanakan upaya-upaya penecegahan korupsi di Pemda berpedoman pada monitoring, controling, surveillance for prevention (MCSP). Melaksanakan tahapan dan proses perencanaan dan penganggaran APBD secara tepat waktu.
Selain itu, dalam surat kesepakatan dengan KPK, menekankan bahwa menyusun perencanaan APBD berdasarkan masukan dari masyarakat baik melalui musrenbang dan penyampaian Pokir hasil reses berdasarkan skala prioritas serta disampaikan sebelum RKPD dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Kemudian menyusun APBD berdasarkan RPJMD dengan skala prioritas, mengutamakan yang wajib dan mandatory spending serta tidak memaksakan anggaran untuk mencegah defisit anggaran.
Dalam surat kesepakatan itu ditekankan bahwa Gubernur Anwar Hafid dan Ketua DPRD Propinsi Sulteng, Arus Abdul Karim tidak akan melakukan intervensi proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) hibah, dan bantuan sosial, serta memperkuat fungsi pengawasan oleh DPRD dan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
Kemudian, dalam kesepakatan itu, bahwa Pempop Sulteng ditahun 2025, mentargetkan indkes Maternal And Child Survival Program (MCSP) 87 program dan target sertifikasi aset sebanyak 150 bidang. ( MT )