PALU – Perwakilan Masyarakat Poboya, Sofyar, menyatakan dukungannya terhadap rencana Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, yang akan mempertemukan perusahaan, pemerintah daerah, dan warga untuk mencari solusi terkait aktivitas pertambangan rakyat di kawasan Poboya, Kota Palu.
“Selama tujuannya mencari solusi yang adil, saya mendukung rencana dialog tersebut,” ujar Sofyar saat ditemui di kediamannya, Selasa malam (12/8/2025).
Sofyar menegaskan, warga tidak menginginkan konflik berlarut-larut. Mereka berharap tercapai kesepakatan win-win solution, di mana perusahaan tetap beroperasi, namun masyarakat juga diberi ruang bekerja.
“Kami cuma mau tetap hidup, kami tidak mau jadi anak ayam mati di lumbung padi. Kami merasa adanya ketidakadilan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, warga sudah lelah dengan status tambang yang tidak jelas dan mendesak pemerintah memberikan kepastian hukum. Menurutnya, jika tambang rakyat dilegalkan, kegiatan tersebut bisa berjalan sistematis, diawasi pemerintah, dan memberi kontribusi pajak untuk daerah.
“Kalau kami dilegalkan, pasti kami akan menyetor pajak ke daerah. Uang yang dihasilkan para penambang juga berputar di sini. Sementara perusahaan mengambil emas berton-ton lalu uangnya dibawa keluar Sulawesi Tengah, dan kita cuma dapat limbahnya,” jelas Sofyar.
Ia menambahkan, hasil tambang rakyat selama ini dimanfaatkan warga untuk membangun fasilitas umum seperti masjid dan lapangan. “Kalau misalnya perusahaan hanya beri kami uang untuk beli makan, mungkin kami melarat seumur hidup,” tambahnya.
Sofyar juga menyoroti berkurangnya sumber penghasilan warga karena lahan dan sumber air telah dikuasai perusahaan.
“Harapan kami tinggal di tambang ini, mau berkebun air sudah dikuasai perusahaan,” ujarnya.
Ia mengaku sempat percaya pada janji perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat saat pertama kali PT Citra Palu Mineral (CPM) masuk.
“Kami merasa terbuai dengan janji waktu CPM pertama datang,” ungkapnya.
Sofyar sejalan dengan pandangan Kepala Komnas HAM Sulteng, Livand Breemer, bahwa persoalan Poboya tidak sesederhana hitam-putih atau sekadar legal dan ilegal, tetapi juga menyangkut sumber penghidupan dan hak asasi warga.
“Tambang ini mata pencarian warga Poboya dan sekitarnya,” tegasnya.
Ia menceritakan bahwa masyarakat hanya mengambil sebagian kecil hasil emas dari Kawasan Kijang 30 yang disepakati secara lisan untuk dikelola warga. “Pernyataan itu juga disaksikan banyak orang,” tuturnya.
Sofyar menutup pernyataannya dengan komitmen untuk terus memperjuangkan hak warga Poboya.
Sebelumnya, ketua Komnas HAM Sulteng Livand Breemer mengatakan, pihaknya akan mengumpulkan informasi dari semua pihak sebelum mengambil langkah.
“Intinya, duduk bersama dulu, baru bicara legal atau tutup,” katanya, Senin (11/8/2025). (NAS)