Fundamental Ekonomi Nasional Sangat Kuat Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi Global

62
JAMIN EKONOMI KUAT - Muhidin M Said menandatangani APBN di DPR RI

JAKARTA – Melandainya Covid-19 pada awal tahun 2022 hingga saat ini, telah memberikan harapan baru bagi percepatan pemulihan ekonomi global setelah mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Kebijakan pemberian stimulus ekonomi serta akselerasi program vaksinasi di seluruh dunia berhasil mendukung percepatan pemulihan ekonomi di berbagai negara. Indonesia termasuk negara yang berhasil dalam penanganan Covid-19 ditopang oleh tingkat pemberian Vakisnasi dosis I sudah mencapai 96,91% dan dosis II mencapai 81,35 % (Kemenkes, Juli 2022) serta Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menunjukkan kinerja yang semakin membaik. Optimisme ini disampaikan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Muhidin M Said yang diterima redaksi pagi ini.

Muhidin M Said menjelaskan Beberapa indikator utama perekonomian nasional yang ditunjukkan oleh tingkat konsumsi dan produksi terus memberikan gambaran positif perkembangan ekonomi nasional sampai dengan semester I tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2022 diprediksi bisa lebih dari 5%, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 128,9 berada di atas level optimis, serta Indeks Penjualan Ritel terus meningkat sebesar 5,4%. Adapun Indikator Mandiri Spending Index (MSI) yang mencapai 149,2 menunjukkan peningkatan belanja masyarakat.

Dikatakannya, dari sisi produksi, PMI manufaktur Indonesia sebesar 72,45 berada dalam level ekspansi dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi penanganan pandemi Covid-19 yang membaik dan peningkatan permintaan masyarakat diyakini akan memperkuat aktivitas produksi dan penjualan.

TANTANGAN PEMULIHAN GLOBAL

Pemulihan ekonomi yang sedang terjadi dibeberapa negara mendapat tantangan yang tidak ringan. Kebijakan reopening dan relaksasi mobilitas yang dilakukan oleh beberapa negara, menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian dan permintaan terhadap komoditas tertentu terutama komoditas pangan dan energi.

Menurut dia, meningkatnya permintaan secara cepat, ternyata belum dapat diimbangi dengan peningkatan sisi produksi sehingga menyebabkan terjadinya inflasi yang cukup tinggi dibeberapa negara. Indonesia juga mengalami imbasnya, sampai dengan semester I tahun 2022, laju inflasi mencapai 3,6 persen (yoy), namun masih dalam batas sasaran inflasi tahun 2022.

Tantangan pemulihan ekonomi semakin meningkat akibat konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina. Konflik ini kemudian mengakibatkan peningkatan harga komoditas dan tekanan inflasi yang semakin tinggi. Konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina memperparah kondisi gap supply-demand yang sedang terjadi.

Hal ini dikarenakan kedua negara tersebut memasok lebih dari seperempat kebutuhan dunia untuk komoditas gandum. Selain itu, Rusia merupakan salah satu negara eksportir terbesar dunia untuk komoditas minyak dan gas bumi. Kondisi ini semakin membuat mitra dagang utama Rusia di Eropa khawatir dengan dihentikannya supply migas yang selama ini mereka terima dari Rusia.

Lebih jauh ia mengatakan, tingginya tingkat inflasi tersebut direspon oleh bank sentral di berbagai negara dengan melakukan kebijakan pengetatan moneter dan kenaikan suku bunga yang berdampak kepada sektor keuangan global. Pengetatan kebijakan moneter, terutama di negara-negara maju, menciptakan volatilitas di pasar keuangan global, khususnya di negara-negara berkembang.

Kombinasi tingginya tekanan inflasi dan percepatan pengetatan kebijakan moneter global ungkap Anggota Komisi XI DPR RI ini, telah menyebabkan penurunan prospek pemulihan perekonomian dunia. Kebijakan ini memberikan tekanan kepada negara-negara berkembang dalam upaya pemulihan ekonomi yang tengah dilakukan, termasuk Indonesia.
Fundamental Ekonomi Nasional

”Kita patut bersyukur di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian pemulihan ekonomi global, perekonomian Indonesia masih menunjukkan kinerja positif, terutama di topang oleh stabilitas fundamental perekonomian domestik serta terkendalinya kasus Covid-19 domestik,” katanya optimistis.

Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kebijakan ekonomi yang tepat dipilih oleh Pemerintah dalam mendorong aktivitas ekonomi tetap terjaga dengan baik. Selain itu, Pemerintah bersama DPR RI juga turut merespon secara cepat dengan menetapkan Kebijakan Antisipatif APBN 2022 untuk Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi, Daya Beli Masyarakat, dan Kesehatan APBN.

Ditambahkannya, kinerja perekonomian nasional sampai dengan semester I tahun 2022, menunjukan tren positif di tengah perkembangan pandemi Covid-19 dan dinamika perekonomian global. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia relatif sehat yang terpantau dari relatif stabilnya pergerakan nilai tukar dan kinerja bursa (IHSG) yang terjaga. Selain itu, tingginya harga komoditas menjadi berkah tersendiri bagi perekonomian Indonesia.

Beberapa komoditas utama ekspor Indonesia tambah Muhidin mengalami kenaikan yang signifikan, antara lain gas alam (182,69 persen, yoy), batubara (120,06 persen, yoy), minyak mentah (66,70 persen, yoy), CPO (52,74 persen, yoy), serta tembaga (17,79 persen, yoy). Secara umum, kinerja ekspor dan impor barang jasa tumbuh di atas dua digit, masing-masing sebesar 16,22 persen (yoy) dan 15,03 persen (yoy).
Namun demikian, Kita tetap perlu waspada mencermati berbagai risiko yang muncul antara lain dampak kenaikan harga komoditas seperti minyak mentah, batubara, dan CPO terhadap pelaksanaan APBN, baik dari sisi pendapatan negara maupun belanja negara khususnya meningkatnya belanja subsidi dalam APBN 2022.

Oleh sebab itu, Kita tetap perlu menjaga agar kebijakan APBN diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan kesehatan masyarakat dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Untuk itu, pelaksanaan APBN hingga akhir tahun 2022 tetap di dorong untuk tetap fleksibel dalam meredam risiko perkembangan pandemi maupun perekonomian global.

Apalagi APBN 2022 merupakan jembatan menuju titik puncak konsolidasi fiskal, dimana defisit APBN tahun 2023 kembali berada dibawah 3 persen, sebagaimana menjadi amanat UU No. 2 Tahun 2020.

”Tingginya harga komoditas menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor komoditas energi dan pangan nasional, sehingga semakin memperkuat kinerja perekonomian nasional. kita patut bersyukur dan optimis bahwa fundamental perekonomian nasional cukup kuat dalam menghadapi ketidakpastian global saat ini,” tutupnya. ***

 

Penulis: Adiatma

Tinggalkan Komentar