PALU – Polemik kasus dana hibah penyelenggaraan Musyawaran Nasional (Munas) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) terus menggelinding, setelah DPRD Sulteng menyetujui usulan Gubernur Sulteng, dan mengesahkan dana sebesar Rp 14 miliar untuk kegiatan tiga hari Munas.
Berbagai Organisasi Masyarakat (Ormas) di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan menguji keadilan dan nurani Gubernur dan DPRD Sulteng, dengan mengajukan proposal bantuan yang sama, apakah akan disetujui Gubernur atau tidak?
Hal itu dipertanyakan pengiat sosial, Muh. Raslin, kepada Radar Sulteng. Raslin mengungkapkan kekecewaannya terhadap Gubernur dan DPRD Sulteng ketika menyetujui dana hibah munas dengan dana fantastik Rp 14 miliar, sementara permintaan-permintaan dana bantuan dari Ormaslain banyak terbaikan bahkan tidak direspons.
Raslin mencontohkan salah satu Ormas Forum Pemuda Kaili Bangkit (FPKB) Sulawesi Tengah yang pernah mengajkan permohonan dukungan dana, tapi tidak direspons. Dia menyayangkan Gubernur begitu “tunduk” dan mengajukan dana Rp20 miliar yang kemudian dirasionalisasikan menjadi Rp 15 miliar, yang pada akhirnya disetujui Rp 14 miliar hanya untuk kegiatan seremonial Munas KAHMI XI,
selama tiga hari.
Sementara banyak permintaan dukungan dana dari APBD untuk pendampingan bersama masyarakat penyintas korban bencana alam gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018, empat tahun lalu, tidak ditanggapi.
“Betapa sedih hati kami ini, disiasiakan pemerintah. Hanya dipandang sebelah mata. Saya salah satu relawan Pasigala jadi saya tahu persis. Bagaiman agar para penyintas atau korban bencana ini mendapatkan hak-haknya seperti bantuan hidup, bantuan kepemilikan rumah dalam bentuk hunian tetap (Huntap), dan hak-hak lainnya,” kata Moh. Raslin, Minggu (18/09/2022).
Raslin mempertanyakan dimana empati dan keberpihakan Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur Sulteng, H. Rusdi Mastura dan DPRD Sulteng. Gubernur dan DPRD Sulteng telah melakukan tindakan membeda-bedaan kelas dan golongan sosial terhadap masyarakatnya sendiri. “Pada akhirnya ketika pemerintah daerah tidak merespons Ormas lainnya, maka pengurus patungan untuk menyukseskan sendiri acaranya. Tapi sisi lain ketika Munas KAHMI gubernur dan DPRD lancar-lancar saja menyetujui,” ujarnya.
Apa yang dipertontonkan Pemerintah Daerah dan DPRD itu sungguh sangat melukai hati masyarakat Sulteng, bil khusus penyintas. Dalam situasi terpuruk saat ini bisa-bisanya Pemerintah Daerah dan DPRD “bersekongkol” merestui dan memuluskan anggaran tersebut. Padahal, bila Rp 14 miliar tersebut dikonversi ke rumah stimulan atau Huntap dengan nilai Rp 50 juta, maka akan ada 200 lebih Kepala Keluarga (KK) bisa menikmati manfaatnya. “Kalau toh memang Munas diselengarakan nasional, ngapain harus minta-minta ke APBD,” sebutnya. Ia juga mempertanyakan jangan-jangan hibah ini sudah dobel anggaran.
Mungkin sudah diberi melalui APBN, karena KAHMI adalah ormas nasional, juga diberi lagi melalui APBD. “Iya betul ini kegiatan nasional. Tetapi jangan juga digerogoti APBD kita. Kasihan masyarakat, masih butuh sentuhan bantuan. Disana-sini masih banyak orang miskin. Belum lagi korban bencana kita masih susah hidupnya, ada yang sampai saat ini masih tinggal di huntara, “ paparnya. ***
Penulis: Mucsin
Penyunting: Adiatma